Sri handoyo M
(Pengamat masalah Pengembangan Wilayah dan Lingkungan)
Pendahuluan
Perundingan mengenai perjanjian Iklim Global baru saja selesai di Kopenhagen. Usulan Indonesia yang secara sukarela akan mengurangi emisi karbonnya banyak memperoleh dukungan dari negara peserta. Pemanasan global yang terjadi ditengarai akibat meningkatnya kadar CO2 di atmosfir. Saat ini setahunnya masuk ke atmosfir sekitar 9,1 milyar metrik ton CO2 per tahun. Dengan tingkat emisi seperti sekarang ini, kadar CO2 di atmosfir dapat mencapai nilai 450 ppm sebelum tahun 2050, sedangkan kadar CO2 yang diharapkan memadai, oleh beberapa pakar ditetapkan ambang batas dibawah 350 ppm. Dari emisi CO2 yang dikeluarkan ke atmosfir tersebut, 30 % berhasil diserap oleh tumbuh-tumbuhan dan tanah, 25 % diserap lautan, kurang dari 1 % diserap oleh sedimen dan batuan, tetapi masih sekitar 45 % yang tetap berada di atmosfir. Penumpukan kadar CO2 secara berkelanjutan inilah yang mengakibatkan efek rumah kaca semakin terasa sehingga mengakibatkan dunia menjadi semakin panas.
Peningkatan emisi gas CO2, merupakan salah satu dampak lingkungan yang terjadi sebagai konsekuensi dari kegiatan pembangunan ekonomi yang terus meningkat. Peningkatan aktivitas ekonomi yang dicerminkan dengan nilai pertumbuhan ekonomi, diharapkan mampu memberikan kesejahteraan bagi masyarakat luas seperti penciptaan lapangan kerja baru, pengurangan jumlah penduduk miskin, peningkatan nilai Indeks Pembangunan Manusia (IPM) serta pendapatan per kapita. Namun demikian, sukses dalam pembangunan ekonomi dan sosial juga akan membawa dampak ikutan berupa penurunan kualitas lingkungan, dimana hal ini akan memberikan dampak balik (feed back) dan mengoreksi kinerja ekonomi dan kesejahteraan masyarakat sehingga tidak dapat mencapai nilai sebagaimana yang diinginkan. Mengejar nilai pertumbuhan ekonomi yang ideal adalah menjadi tujuan setiap negara atau wilayah untuk menjaga keseimbangan antara memberikan kesejahteraan kepada masyarakat luas dengan menjaga keseimbangan lingkungannya. Tulisan berikut ini akan memberikan gambaran bagaimana mencari nilai pertumbuhan ekonomi yang ideal sehingga memenuhi unsur mensejahterakan masyarakat dan menjaga keseimbangan lingkungan dengan contoh kasus wilayah Pulau Sumatera.
Kondisi Pulau Sumatera Saat Ini
Wilayah Sumatera adalah wilayah yang memiliki proprosi perekomian terbesar kedua setelah Jawa – Bali dalam sistem perekonomian nasional, yakni sebesar 22 % (tanpa migas sebesar 19 %) dari total PDRB nasional pada Tahun 2007. Sebagai akibatnya perubahan ekonomi wilayah Sumatera akan mencerminkan perubahan ekonomi nasional serta akan berdampak pada ekonomi wilayah lainnya.
Tabel 1. Share PDRB Pulau terhadap Nasional
Sumber Data : BPS
Wilayah Sumatera saat ini telah berada pada kondisi daya dukung sumber daya fisik alam yang semakin menurun. Ketersediaan sumber daya air sudah memasuki tahap defisit dibandingkan dengan kebutuhannya, oleh karenanya perlindungan terhadap sumber-sumber air menjadi salah satu aspek penting yang perlu diperhatikan dalam pengembangan Sumatera.
Disatu sisi Wilayah Sumatera adalah lumbung pangan, sementara disisi lain alih fungsi lahan pertanian untuk perkebunan, khususnya sawit di wilayah ini berlangsung sangat pesat. Untuk mempertahankan tingkat produksi tanaman pangan di wilayah ini, maka mempertahankan lahan pertanian produktif menjadi aspek penting dalam pengembangan wilayah Sumatera.
Wilayah Sumatera memiliki jumlah penduduk nomor dua terbesar setelah Jawa-Bali dibandingkan wilayah lain di Indonesia. Konsekuensi perkembangan penduduk yang tinggi adalah berkembang pesatnya kawasan perkotaan. Perkembangan kawasan perkotaan yang tidak terkendali mengakibatkan meluasnya lahan terbangun perkotaan (urban sprawl) yang pada gilirannya mengakibatkan terkonversinya lahan-lahan pertanian produktif. Oleh karena itu upaya pengendalian kawasan perkotaan perlu menjadi peerhatian dalam pengembangan wilayah Sumatera.
Dengan berlakunya Undang-undang no 26 tahun 2007, maka setiap kegiatan pembangunan yang memanfaatkan ruang diharuskan memeprehatikan RTRW. Pelanggaran terhadap RTRW akan mendapatkan sanksi yang cukup keras. Oleh karena itu pengembangan wilayah Sumatera tidak dapat terlepas dari RTRW Pulau Sumatera.
Wilayah Sumatera merupakan salah satu lokasi prioritas rencana pengembangan infrastruktur nasional. Rencana pembangunan jalan tol dan sistem energi mejdai target pembangunan infrastruktur yang diprioritaskan untuk dilaksanakan mulai tahun 2009. Oleh karena itu dampak pembangunan infrsatruktur yang siap dilaksanakan tersebut menjadi aspek penting dalam perumusan skenario pengembangan wilayah Sumatera.
Pendekatan Sistem Dinamik
Prof. Forester dari MIT sudah sejak lama (sekitar 1970-an) menulis dalam bukunya “The Limit to Growth” mengenenai keterbatasan pertumbuhan bumi kita ini. Menggunakan metode Sistem Dinamik (kadang kala dikenal sebagai model bak mandi, karena mensimulasikan perubahan ibarat bak mandi yang memiliki kapasitas tampung tertentu) yang dikembangkan sejak tahun 1950-1n, Forester mensimulasi menggunakan komputer pertumbuhan penduduk, kebutuhan pangan, keterbatasan sumberdaya dan dampak pencemaran lingkungan dalam Model Dunia yang disusunnya. Penerus Forester juga dari MIT yang menggeluti Sistem Dinamik, Prof Sterman juga menggunakan metode ini untuk mensimulasikan perubahan iklim akibat pemanasan global.
Di Indonesia, metodologi ini banyak dikembangkan untuk mensimulasikan fenomena perubahan lingkungan atau dalam sistem manajemen perusahaan. Para perencana pembangunan baik pusat maupun daerah umumnya masih menggunakan pendekatan linier, dan belum menggunakan pendekatan sistem dengan umpan baik sebagaimana dalam metodologi sistem dinamik. Untuk daerah-daerah yang baru tumbuh, pendekatan linier dalam pendekatan perencanaan pembangunan memang masih cukup valid, tetapi tidak demikian untuk daerah-daerah yang telah dewasa dalam siklus pertumbuhannya. Metode sistem dinamis merupakan metode non linier yang didasari oleh sistem dengan umpan balik, sehingga apa yang terjadi di suatu masa akan mempengaruhi perilaku manusia untuk melakukan tindakan dimasa selanjutnya. Perbedaan mendasar antara sistem dinamik dengan analisis secara linier adalah tidak dikenalnya variabel bebas. Dalam sistem dinamik, semua variabel dianggap saling terkait antar satu dengan lainnya. Akibatnya, analisis menjadi cukup kompleks sehingga membutuhkan bantuan komputer untuk mensimulasikannya. Untungnya saat ini telah banyak dipasarkan paket program untuk mensimulasikan metode sistem dinamik yang dikemas secara “user friendly” seperti “Powersim” dan “Stella”.
Pendekatan sistem dinamis telah dicoba untuk menskenariokan pengembangan wilayah Pulau Sumatera dengan keterkaitan antar variabel sebagaimana terlihat pada diagram berikut.
Gambar 1. Keterkaitan Antar Variabel
Sumber : Hasil Analisis, 2009
Perkembangan Pulau Sumatera Sesuai Perkembangan Saat Ini
Pulau Sumatera memiliki banyak potensi ekonomi yang belum dikembangkan. Dengan mengacu pada peretumbuhan ekonomi eksisting (sekitar 4 % tahun 2007), maka pertumbuhan ekonomi pada tahun 2014 akan mencapai nilai 4,67 %. Dengan kondisi seperti saat ini, maka struktur ekonominya adalah sebagai berikut :
Gambar 2. Struktur Ekonomi Pulau Sumatera
(bussiness as usual)
Sumber : Hasil Simulasi Menggunakan Sistem Dinamik, 2009
Dari gambar diatas terlihat beberapa sektor yang persentasenya terhadap total GDP Sumatera naik adalah sektor Listrik, air dan Gas, sektor konstruksi, sektor Perdagangan, Hotel dan Restauran, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan, serta sektor jasa lainnya. Sedangkan sektor-sektor yang persentasenya turun adalah : pertanian, pertambangan dan penggalian, dan industri pengolahan.
Tabel 2. Share PDRB Sektor Terhadap PDRB Total
Sumber : Hasil Simulasi Kondisi Eksisting menggunakan sistem dinamik, 2009
Dengan tingkat pengangguran yang tinggi saat ini serta bertambahnya angkatan kerja baru setiap tahunnya, maka pertumbuhan ekonomi yang tinggi dibutuhkan untuk menciptakan lapangan kerja baru. Jika mengacu pada konsisi eksisting, hasil simulasi eksisting memperlihatkan pertumbuhan ekonomi Sumatera sebagaimana terlihat pada gambar 3.
Gambar 3. Hasil Simulasi Pertumbuhan Ekonomi (Bussiness as Usual)
Sumber : Hasil Simulasi Sistem Dinamik, 2009
Jika kita melihat dampak penyerapan tenaga kerja-nya, maka dapat dilihat bahwa pertumbuhan ekonomi saat ini perlu untuk ditingkatkan karena hingga tahun 2025 tingkat pengangguran-nya masih cukup tinggi (diatas 15 %) walaupun trend-nya menurun setelah tahun 2020 (lihat gambar 4)
Dampak pertumbuhan ekonomi terhadap beberapa indikator sosial ekonomi dan lingkungan dapat dilihat pada gambar 4. Indikator sosial ekonomi dapat terlihat dari perkembangan PDRB/kapita yang mencapai mendekati 14 juta rupiah tahun 2025, sedangkan indikator kesejahteran terlihat dari nilai IPM dan tingkat pengangguran. Indikator lingkungan dapat dilihat dari ratio lahan hijau dan hutan lindung terhadap total luas lahan. Luasan lahan hijau dan hutan ini berkorelasi langsung terhadap kemampuan alam untuk menyerap emisi karbon.
Yang menjadi pertanyaan adalah, apakan pertumbuhan ekonomi ini bisa ditingkatkan ? Kalau bisa, seberapa besar sehingga tidak menimbulkan dampak yang merusak bagi generasi mendatang ?
Gambar 4. Hasil Simulasi (Bussiness as Usial)
Sumber : Hasil Simulasi Sistem Dinamis, 2009
Dengan mencoba mensimulasikan berbagai nilai pertumbuhan ekonomi, serta mengevaluasi dampaknya, maka dapat diskenariokan pembangunan Sumatera yang dapat memberikan hasil yang optimal baik untuk kesejahteraan masyarakat maupun kelestarian lingkungan.
Skenario Pengembangan Pulau Sumatera
Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi sangat dibutuhkan secara nasional untuk menyelesaikan masalah pengangguran, kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sebagaimana telah dijelaskan dimuka, share perekonomian terbesar dipikul oleh Pulau Jawa-Bali (62 %) dan Pulau Sumatera (22 %), sehingga pertumbuhan ekonomi di kedua pulau ini sangat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi secara nasional. Target pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi ditingkat nasional membawa konsekuensi dukungan pertumbuhan yang tinggi pula di Pulau Sumatera. Pertumbuhan ekonomi saat ini yang hanya mencapai 4,67 % pada tahun 2014 dan dalam model simulasi sistem dinamik yang disusun telah disimulasikan untuk pertumbuhan ekonomi sebesar 5 %, 5,5 %, 6 %, 7 % dan 8 %, dimana hasil simulasinya dapat dilihat pada gambar 5.
Dari hasil simulasi terlihat jika diskenariokan pertumbuhan meningkat dari 5 % hingga 8 % pada tahun 2014, dengan meningkatkan nilai investasi, maka PDRB, PDRB per kapita, tingkat pengangguran dan IPM mengalami perbaikan kualitas yang cukup signifikan. Namun demikian, kulitas lingkungan akan mengalami penurunan, khususnya 25 hingga 100 tahun kedepan. Hal ini terlihat bahwa jika kita biarkan terjadi pertumbuhan ekonomi seperti saat ini tanpa adanya perbaikan terhadap kualitas lingkungan, maka terjadi degradasi lingkungan hingga kualitasnya 50 % dari saat ini. Tetapi dengan pertumbuhan tinggi (misal 8 % pada tahun 2014), jika tidak dilakukan usaha-usaha perbaikan lingkungan maka kualitas lingkungan akan terdegradasi hingga 80 % (tahun 2025) dan tinggal sekitar 20 % pada tahun 2105, walaupun dengan pertumbuhan ini tingkat pengangguran dapat diturunkan hingga sekitar 2 % pada tahun 2025.
Demikian pula dengan ratio kawasan hutan terhadap lahan total yang mencerminkan kemampuan untuk menyerap emisi karbon. Jika saat ini ratio kawasan hutan (kawasan terbuka hijau) masih diatas 0,3 terhadap luas lahan total, maka dengan skenario pertumbuhan rendah (4 – 5,5 % tahun 2014) masih mampu dipertahankan diatas 0,2 – 0,25 % 100 tahun kemudian, tetapi jika pertumbuhan tinggi (antara 7 – 8 %) maka 100 tahun kemudian lahan hijau yang tersisa tinggal sekitar 0,05 – 0,10.
Tabel 3. Dampak Skenario Pertumbuhan
Sumber : Hasil Analisis, 2009
Secara singkat dapat disimpulkan bahwa, skenario pertumbuhan akan membawa dampak ekonomi dan kesejahteraan yang positip, tetapi akan dibatasi oleh adanya keterbatasan lingkungan sebagaimana terlihat pada tabel 3.
Gambar 5. Hasil Simulasi (Skenario)
Sumber : Hasil Simulasi Sistem Dinamik, 2009
Perubahan Pola Ruang
Dengan luas wilayah yang lebar dan tingkat keberagaman yang tinggi, maka konsep pembangunan nasional sudah selayaknya memperhatika aspek keruangan. Saat ini mulai dilakukan penyusunan konsep dan rencana pembangunan yang berbasis ruang. Dengan perkembangan teknologi analisis keruangan, khususnya pemanfaatan data-data dari citra satelit, maka mengintegrasi simulasi sistem dinamis dengan analisis sistem informasi geografis dapat dilakukan, sehingga bukan saja pertumbuhan dan perbaikan kulitas pembangunan yang ditingkatkan tetapi dapat dilakukan sebaran pertumbuhan dan kesejahteraan keseluruh wilayah.
Gambar 6. Perubahan Pola Ruang Hasil Simulasi Spatial Dinamik
Sumber : Hasil Analisis, 2009
Kesimpulan
Dari hasil simulasi yang dilakukan, terlihat bahwa fenomena pengembangan wilayah atau pembangunan nasional tidaklah linier, dimana masing-masing variabel pembangunan terkait satu dengan yang lain, sehingga perlu dipertimbangkan pendekatan sistem dinamik. Untuk wilayah yang luas seperti Indonesia, pendekatan pembangunan secara sektoral harus dikombinasikan dengan analisis kewilayahan dengan pendekatan spatial dinamik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar