Minggu, 19 Desember 2010

BPPT Koreksi Posisi Titik Nol Garis Khatulistiwa

(Sumber : Kapanlagi.com)

Rabu, 23 Maret 2005 22:07

Kapanlagi.com - Perhelatan peristiwa Titik Kulminasi Matahari (TKM) 23 Maret 2005 di Tugu Khatulistiwa, Kota Pontianak meriah atraksi beragam seni budaya etnik dan ditandai perpindahan patok TKM dan garis Khatulistiwa ke lokasi baru berdasarkan koreksian tim Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).

Walikota Pontianak Buchary Abdurrachman di hadapan muspida kota dan provinsi serta ratusan pelajar sekolah dasar dan menengah pertama, mengumumkan pengubahan titik patok berdasarkan perhitungan ilmuwan itu, sambil mengharapkan kelak ada investor yang mengembangkan Tugu Khatulistiwa sebagai destinasi wisata unggulan di Indonesia.

Berpakaian adat Teluk Belanga Melayu Pontianak, ia mengajak hadirin menyaksikan TKM yang terjadi pukul 11.49 WIB di patok baru yang disarankan tim BPPT dan sementara ini terbuat dari tiang PVC berfondasi beton di lapangan rumput yang di kiri-kanannya rimbun pepohonan hutan, beberapa tindak ke tepi Sungai Kapuas.

Tim BPPT dari Jakarta, selama sepekan sampai 23 Maret berada di Pontianak untuk menghitung posisi sebenarnya Tugu Khatulistiwa; posisi sesungguhnya dari garis 0 derajat 0 menit dan 0 detik lintang Khatulistiwa (Ekuator); serta, posisi sebenarnya dari 0 derajat 0 menit dan 0 detik lintang (utara/selatan) serta 109 derajat 20 menit dan 0 detik bujur timur yang masih tertera dalam tugu peninggalan tahun 1928 itu.

Untuk menentukan lokasi di garis Khatulistiwa di Kota Pontianak, tim BPPT menggunakan gabungan metoda terestrial dan ekstraterestrial yaitu "global positioning system" (GPS) dan "stake-out", kata Agustan, salah seorang dari anggota tim tsb Hal pertama yang dilakukan adalah menentukan dua buah titik ikat dengan GPS di sekitar tugu, kemudian dilanjutkan dengan "post-processed". Data hasil pengukuran GPS diikatkan ke titik GPS internasional di Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Cibinong, Jawa Barat) dan Universitas Teknologi Nanyang, Singapura.

Setelah kedua titik diikat, dihitung komponen sudut dan jarak untuk menentukan posisi tepat terletak di lintang 0 derajat (Khatulistiwa). Kemudian, kedua besaran dicari di lapangan dengan alat "total station".

Hasil pengukuran oleh tim BPPT, kata Agustan, menunjukkan, posisi tepat Tugu Khatulistiwa saat ini di 0 derajat, 0 menit, 3,809 detik lintang utara; dan, 109 derajat, 19 menit, 19,9 detik bujur timur.

Ia mengatakan, posisi 0 derajat, 0 menit dan 0 detik ternyata melewati taman atau tepatnya 117 meter ke arah Sungai Kapuas dari tugu. Di tempat itulah kini dibangun patok baru yang masih terbuat dari pipa PVC dan belahan garis barat-timur ditandai dengan tali rafia.

Mengenai posisi yang tertera dalam tugu (0 derajat, 0 menit dan 0 detik lintang, 109 derajat 20 menit, 0 detik bujur timur), berdasarkan hasil pelacakan tim BPPT, titik itu terletak 1,2 km dari Tugu Khatulistiwa, tepatnya di belakang sebuah rumah di Jl Sungai Selamat, kelurahan Siantan Hilir.

Agustan yang meneliti bersama Alkadri, Sri Handoyo Mukti dan Suryanto, mengemukakan, keakuratan posisi, tergantung pada perkembangan peralatan dan temuan teknologi terkini.

"Mungkin di masa depan ketelitian pengukuran posisi di permukaan Bumi dapat mencapai satuan mili," kata Agustan.

Tim BPPT mengharapkan perkembangan pengukuran posisi itu didokumentasikan agar menjadi pembelajaran bagi generasi berikut untuk terus memperbaiki kinerja dan menggali potensi di sekitar Tugu Khatulistiwa.

Semarak Detik-detik benar-benar tanpa bayangan di sekitar Tugu Khatulistiwa hari itu dihadiri beberapa turis dari Jepang (yang Rabu ini libur nasional pergantian musim dingin ke musim semi) dan Swedia, serta finalis Pemilihan Putri Pariwisata Kalbar-Badan Pimpinan Masyarakat Pariwisata Indonesia Kalbar.

Beberapa jam sebelum tengah hari, disaksikan Ketua Umum PB Pelti Martina Wijaya yang hadir ke Pontianak berkaitan dengan Turnamen Tenis Piala Khatulistiwa 2005, tampil puluhan penari cilik berbusana beberapa etnik, Grup Qasidah Asyifa, atraksi barongsai melompati tonggak-tonggak (Yayasan Budi Agung).

Kemegahan perhelatan itu dirangkai dengan parade adat pengantin Dayak, Melayu, Tionghoa, Madura, Jawa, dan Padang serta pementasan teaterikal Musik Ketuk (Bandung) yang diusung Sanggar Tari Kijang Berantai, penyelenggara "Kijang Berantai Art Festival", 23-26 Maret.

Pada penutupan acara, atraksi burung hong dan naga Sanggar Mandala (Suhu Ong) melenggang lenggok di pelataran tugu, dan grup barongsai Budi Pekerti menambah pementasan ekstra yang ditandai beberapa kali seorang pemainnya terjatuh dari tonggakr tanpa cedera hingga akhirnya berhasil ke tonggak terujung. (*/lpk)

LIST BUKU SRI HANDOYO MUKTI

  1. Manajemen Teknologi untuk Pengembangan Wilayah; Salah satu penulis Pusat Pengkajian Kebijakan Teknologi Pengembangan Wilayah; Deputi Pengkajian Kebijakan Teknologi; BPPT 1999
  2. Pengembangan Wilayah Perdesaan dan Kawasan Tertentu Editor; Salah satu penulis Pusat Pengkajian Kebijakan Teknologi Pengembangan Wilayah; Deputi Pengkajian Kebijakan Teknologi; BPPT 1999
  3. Penyusunan Masterplan Kawasan Andalan Kepulauan Sangihe dan Talaud; Salah satu penulis Pusat Pengkajian Kebijakan Teknologi Pengembangan Wilayah; Deputi Pengkajian Kebijakan Teknologi;  BPPT 2000
  4. Pengembangan Kawasan Perbatasan Kalimantan, Permasalahan dan Konsep Pengembangan; Salah satu penulis Pusat Pengkajian Kebijakan Teknologi Pengembangan Wilayah; Deputi Pengkajian Kebijakan Teknologi; BPPT 2001
  5. Revitalisasi Sistem Manajemen Pembangunan Kabupaten Kutai Barat Salah satu penulis Pusat Pengkajian Kebijakan Teknologi Pengembangan Wilayah; Deputi Pengkajian Kebijakan Teknologi ; BPPT 2002
  6. Pengembangan Wilayah dan Otonomi Daerah; Salah satu penulis Pusat Pengkajian Kebijakan Teknologi Pengembangan Wilayah; Deputi Pengkajian Kebijakan Teknologi; BPPT 2002
  7. Membangun Visi Kabupaten Bulungan Salah satu penulis Pusat Pengkajian Kebijakan Teknologi Pengembangan Wilayah; Deputi Pengkajian Kebijakan Teknologi; BPPT 2002
  8. Model dan Strategi Pengembangan Kawasan Perbatasan Nunukan; Salah satu penulis Pusat Pengkajian Kebijakan Teknologi Pengembangan Wilayah; Deputi Pengkajian Kebijakan Teknologi; BPPT 2003
  9. Rencana Pengembangan Kawasan Sentra Produksi Kabupaten Bulungan; Salah satu penulis Pusat Pengkajian Kebijakan Teknologi Pengembangan Wilayah; Deputi Pengkajian Kebijakan Teknologi;  BPPT 2003
  10. Peluang Investasi di Kawasan Andalan Tolitoli Salah satu penulis Pusat Pengkajian Kebijakan Teknologi Pengembangan Wilayah; Deputi Pengkajian Kebijakan Teknologi; BPPT 2004
  11. Strategi dan Model Pengembangan Wilayah Perbatasan; Salah satu penulis Direktorat Pengembangan Kawasan Khusus dan Tertinggal; Deputi Bidang Otonomi Daerah dan Pengembangan Regional; Bappenas 2003
  12. Kebijakan Nasional Pengembangan Kawasan Perbatasan; Salah satu penulis; Bappenas 2004
  13. Model Pengembangan Pariwisata Kepulauan Kabupaten Natuna; Editor; Salah satu penulis; Direktorat Pengembangan Unggulan Daerah dan Peningkatan Kapasitas Masyarakat; Deputi Pengkajian Kebijakan Tekknologi; BPPT 2006
  14. Model Pusat Pembelajaran Terintegrasi Salah satu penulis Direktorat Pengembangan Unggulan Daerah dan Peningkatan Kapasitas Masyarakat; Deputi Pengkajian Kebijakan Teknologi; BPPT 2006
  15. Pedoman Umum Audit Teknologi; Editor; Pusat Audit Teknologi; Deputi Pengkajian Kebijakan Teknologi; BPPT 2007
  16. Instrumen Monitoring dan Evaluasi Teknologi Biodiesel; Editor; Pusat Audit Teknoogi; Deputi Pengkajian Kebijakan Teknologi; BPPT 2008

Jumat, 17 Desember 2010

Total Factor Productivity (TFP)

(Sumber : BPPT)

2.1. KERANGKA TEORI

2.1.1. Total Factor Productivity (TFP) dan Total Factor Productivity Growth (TFPG)

Pada bab terdahulu telah disinggung bahwa TFP merupakan salah satu pendekatan yang banyak digunakan untuk mengetahui seberapa besar peranan teknologi terhadap pertumbuhan ekonomi. Pendekatan ini secara matematis diturunkan oleh Solow sebagai faktor sisa, yang dihitung dengan cara mengurangi pertumbuhan ekonomi dengan pertumbuhan kapital dan pertumbuhan tenaga kerja setelah kedua variabel terakhir dikalikan dengan share-nya masing-masing.

Beberapa peneliti APO (Asian Productivity Organization) menggunakan teknik yang sama untuk menghitung TFP, yakni menghitung terlebih dahulu pertumbuhan ekonomi, kapital, dan tenaga kerja, kemudian terakhir menghitung TFP dari selisih pertumbuhan ekonomi dengan pertumbuhan kapital dan tenaga kerja. Dalam hal ini nilai (1-) dalam persamaan pertumbuhan dihitung sebagai pembagian antara total upah tenaga kerja dengan total nilai tambah. Jika (1-) sudah diperoleh untuk setiap tahun yang diteliti, maka sudah tentu nilai  juga akan diperoleh. Teknik seperti ini sering disebut dengan growth accounting.

Jika Q adalah output, K adalah kapital, L adalah tenaga kerja, dan A merupakan teknologi, maka fungsi produksi pada tahun ke-t dapat kita tulis kembali sebagai :

Qt = At F (Kt Lt) (1)

Hananto Sigit (2004) menghitung TFP dengan memformulasikan terlebih dahulu derivasi dari fungsi produksi dalam trans-log :

lnQt = ln0 + tT + klnKt + llnLt + ½ kk(lnKt)2 + kllnKtlnLt + ½ ll(lnLt)2

+ kTTlnKt + TlTlnLt + ½ TTT2 (2)

Jika persamaan (2) di atas diturunkan terhadap waktu, maka diperoleh :

Qt* = t + k Kt* + l Lt* + kk (lnKt) Kt* + lk (Kt*lnLt + Lt* ln Kt) + ll (lnLt) Lt*

+ kT (TKt* + lnKt) + lT (TLt* + lnLt) +TTT (3)

Persamaan (3) di atas merupakan persamaan pertumbuhan. Tanda atau notasi * menunjukkan pertumbuhan kontinu dari variabel yang ditandai. Secara ringkas, persamaan (3) dapat ditulis menjadi :

Qt* = TFPt* + Sk Kt* + Sl Lt* (4)

Berdasarkan persamaan (4), dapat dihitung besarnya TFP. Namun demikian TFP yang diperoleh adalah TFP kontinu. Padahal yang diinginkan di sini adalah nilai TFP diskrit, yakni TFP untuk deret waktu mulai tahun 1984, 1985, 1986, hingga tahun 2007. Nilai TFP diskrit ini kemudian diberi nama pertumbuhann atau TFP growth (TFPG), merupakan rata-rata dari nilai TFP kontinu, yaitu :

TFPGt = ½ (TFPt* + TFPt-1*)

= (lnQt – lnQt-1) – ½ (Skt + Skt-1)(ln Kt – lnKt-1)

– ½ (Slt + Slt-1)(lnLt – lnLt-1) (5)

TFPG dalam persamaan (5) di atas tidak lain adalah nilai TFP diskrit. Dengan demikian, TFPGt adalah nilai TFP diskrit untuk tahun t.

2.1.2. Tinjauan Hasil Studi Empiris Mengenai TFP

Beberapa peneliti telah melakukan perhitungan pertumbuhan teknologi di Asia menggunakan pendekatan TFP, antara lain Collins dan Bosworth (1996) dan Sarel (1997) sebagaimana disebutkan dalam (Agénor, 2000). Sigit (2001) menyebutkan beberapa penelitian TFP selain dirinya sendiri antara lain adalah Chen (1997), Felipe (1997), dan Oguchi (1998) untuk kasus Asia dan Abimanyu (1995), Simatupang (1996) dan Kustiari (1996) untuk kasus Indonesia. Hasil perhitungan beberapa peneliti di atas dapat ditelaah dalam Tabel 2.1 dan Tabel 2.2.

Tabel 2.1. Hasil Perhitungan TFP Beberapa Studi

Pengarang Periode TFP (%) Pertumbuhan Output (%)

Young (1994) 1970-1985 1,2

Ikemoto (1986) 1970-1980 2,4 31,5

1970-1975 3,1 39,0

1975-1980 1,8 24,3

World Bank (1993) 1960-1989 1,6 23,1

Marti (1996) 1970-1985 0,8

1970-1990 -0,5 -9,6

Collins and Bosworth (1997) 1960-1994 0,8 23,4

1960-1973 1,1 44,0

1980-1986 -1,1 -42,0

1986-1992 0,8 20,0

Elias (1990) 1950-1987 1,2 22,8

Kawai (1994) 1970-1990 1,5 24,2

Lindauer and Roemer (1994) 1965-1990 2,7

Drysdale and Huang (1995) 1950-1988 2,1 31,3

Sumber : berbagai sumber.

Tabel 2.2. Hasil Perhitungan TFP Indonesia oleh Hananto Sigit

Tahun SLG SKG TFPG GDPG Tahun SLG SKG TFPG GDPG

1980 1,13 5,91 3,22 10,27 1991 0,81 5,44 1,33 7,58

1981 0,99 6,29 1,19 8,47 1992 0,78 5,30 1,03 7,11

1982 1,03 6,46 -4,43 3,06 1993 0,85 5,90 0,39 7,14

1983 0,97 6,24 -2,28 4,93 1994 0,80 6,02 0,26 7,08

1984 0,98 5,99 0,69 7,66 1995 0,85 6,67 0,57 8,09

1985 1,05 5,70 -3,41 3,34 1996 0,87 6,38 0,43 7,68

1986 1,13 5,41 0,07 6,61 1997 0,60 6,55 -2,61 4,54

1987 1,19 5,05 -0,53 5,70 1998 0,03 1,84 -14,00 -13,13

1988 1,20 5,18 0,12 6,50 1999 0,39 2,38 -2,76 0,01

1989 1,23 5,42 1,42 8,07 2000 0,34 3,00 1,43 4,77

1990 1,06 5,70 1,10 7,86

Sumber : Hananto Sigit (2004).

2.2. METODOLOGI

Pemodelan Pertumbuhan TFP

Penelitian terhadap TFP bersumber pada penelitian terhadap sumber-sumber pertumbuhan ekonomi (sources of economic growth). Pertumbuhan ekonomi bersumber pada dua unsur utama, yaitu tenaga kerja dan kapital. Jika jumlah peranan kedua unsur ini sama dengan pertumbuhan ekonomi, maka tidak terdapat ruang bagi total factor productivity growth (TFPG). Secara implisit, kondisi seperti ini mengisyaratkan, jika tidak terdapat (pertumbuhan yang sangat rendah) dalam kapital, sementara tenaga kerja diasumsikan tumbuh secara tetap, maka pertumbuhan ekonomi akan melemah. Sebaliknya, apabila terdapat ruang bagi TFPG, maka perekonomian dapat tetap tumbuh pesat meskipun pertumbuhan kapital mengalami penurunan. Hal ini dikarenakan TFPG akan menyebabkan pendapatan pekerja meningkat dan selanjutnya akan berdampak pada tingkat tabungan dan investasi yang pada akhirnya akan meningkatkan pembentukan kapital domestik.

Di beberapa negara, hasil perhitungan TFP dilakukan bersamaan dengan dirilisnya statistik pendapatan nasional, sehingga dapat diketahui sumber-sumber dari pertumbuhan ekonomi. Akan tetapi, di Indonesia belum ada lembaga resmi yang menyajikan statistik TFP. Di negara-negara ASEAN lainnya seperti Malaysia, Singapura, Filipina, dan Thailand, telah secara rutin dipublikasikan statistik TFP. Di Indonesia, penelitian mengenai TFP hanya dilakukan oleh individu-individu atau kelompok-kelompok studi tertentu, dan hasil penelitian mereka masih bersifat terbatas pada kalangan tertentu saja.

Metode yang sering digunakan dalam perhitungan TFP di antaranya adalah growth accounting method, stochastic frontier method (Margono dan Sharma, 2004), atau time-series ekonometric method (Crespo, 2005). Secara umum, pendekatan yang dapat digunakan dalam perhitungan TFP dapat dilihat pada Gambar 2.1. Merujuk pada gambar ini, growth accounting method termasuk perhitungan TFP dengan pendekatan nonfrontier untuk nonpendugaan parameter dalam bentuk translog divisia index.



Sumber : Mahadevan (2003).

Gambar 2.1. Pendekatan Penghitungan TFP

Penghitungan TFPG dalam studi ini menggunakan growth accounting method. Metode ini dipilih karena relatif lebih mudah dan banyak digunakan di berbagai negara dalam menghitung TFPG. Dengan metode yang sama, maka hasil studi ini dapat dibandingkan dengan hasil penelitian sejenis lainnya.

Dengan dasar pemikiran bahwa fungsi produksi mengikuti fungsi produksi Cobb-Douglass, yakni Y = f (K, L), dimana Y sebagai output, K adalah kapital, dan L adalah tenaga kerja, maka :

Y = K L1- (6)

Selanjutnya, dengan membagi kedua sisi dengan L, didapat :

y ̂= k ̂^α (7)

Kemudian dapat ditunjukkan bahwa :

k ̂/y ̂ = y ̂^(((1-α))⁄α) (8)

Dalam kondisi steady-state, berlaku :

y ̂^*≅[s/(n+π+δ)]^(((1-α))⁄α) (9)

Persamaan (9) di atas selanjutnya ditulis dalam bentuk logaritma menjadi :

"Ln " "y" ̂^"*" "≅ " "α" /"1-α" " Ln s-" "α" /"1-α" " Ln " ("n+π+δ" ) (10)

Pada kondisi yang lain, output per tenaga kerja adalah :

y ̂^*= Y_t/(P_t E(0) (1+π)^t )=y_t/(E(0) (1+π)^t ) (11)

atau : ln  = ln yt – ln E (0) – t ln (1+) (12)

Dengan mensubstitusi persamaan (12) ke dalam persamaan (10), didapat :

"Ln " y_t " ≅ A +" "α" /"1-α" " Ln s - " "α" /"1-α" " Ln " ("n+π+δ" ) (13)

dengan A adalah ln E(0) + t ln (1+) dimana E(0) ini merupakan TFP.

Pendekatan growth accounting menggunakan asumsi bahwa fungsi produksi terdiri dari dua faktor produksi :

Qt = At F (Kt , Lt) (14)

Dimana fungsi (14) di atas diasumsikan mengikuti fungsi produksi translog, sehingga berubah menjadi :

ln (Qt) = ln (0) + t T + K ln (Kt) + L ln (Lt) + ½ KK (ln (Kt))2

+ KL (ln (Kt))(ln (Lt)) + ½ LL (ln (Lt))2 + KTT ln (Kt)

+ LT T ln (Lt) + ½ TTT2 (15)

Selanjutnya, dengan mendeferensialkan persamaan (15) terhadap t didapat :

ln (Qt)/t = Qt* = t + K Kt* L Lt* + KK ln (Kt) Kt*

+ KL (Kt* ln (Lt) + Lt* ln (Kt)) + LL ln (Lt) Lt*

+ KT (TKt* + ln (Kt)) + LT (TLt* + ln (Lt)) + LT T (16)

dengan notasi * mengindikasikan pertumbuhan dari variabel yang bersangkutan. Selanjutnya dapat pula ditunjukkan bahwa :

Qt* = TFPt* + SKKt* + SLKt* (17)

dimana SK adalah share capital dan SL adalah share pendapatan tenaga kerja.

Mengingat persamaan (17) merupakan pertumbuhan secara kontinu, maka untuk melihat pertumbuhan secara diskrit digunakan rata-rata dua pengamatan yang berurutan, sehingga :

TFPGt = ½ (TFPt* + TFPt-1*)

= (lnQt – lnQt-1) – ½ (Skt + Skt-1)(ln Kt – lnKt-1)

– ½ (Slt + Slt-1)(lnLt – lnLt-1) (18)

sebagaimana telah dikemukakan pada persamaan (4). Dengan demikian, perhitungan TFPG dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan (18). Sedangkan perhitungan nilai TFP dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan (13), dengan terlebih dahulu menghitung setiap koefisien yang terdapat dalam persamaan tersebut dengan menggunakan teknik ekonometrika.



Data yang Dibutuhkan dan Sumber Data

Perhitungan TFPG pada level nasional dan provinsi sangat tergantung pada ketersediaan data dan kemampuan peneliti untuk memahami konsep dari data yang akan digunakan, terutama data yang bersifat deret waktu (time series) seperti PDB atau PDRB, stok kapital (capital stock), tenaga kerja (labor), upah/gaji (income share), dan pajak (tax) di level wilayah yang bersangkutan. Sedangkan data tentang tingkat penyusutan kapital (capital depreciation) dapat berupa data yang bersifat tunggal.

Selama kurun waktu tertentu, kemungkinan besar bisa terjadi beberapa perbedaan terhadap konsep yang digunakan dalam pengambilan data. Pemahaman ini dibutuhkan dalam melakukan penyesuaian-penyesuaian terhadap data yang tersedia. Jenis data yang dibutuhkan berupa data time series dan data tunggal.

Berdasarkan persamaan (18), dapat diidentifikasi bahwa jenis-jenis data yang dibutuhkan dalam perhitungan TFPG nasional dan TFPG di 7 provinsi di Indonesia adalah sebagai berikut :

Produk Domestik Bruto

Produk Domestik Bruto (PDB) merupakan salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu negara dalam suatu periode tertentu. PDB pada dasarnya merupakan jumlah nilai tambah (added value) yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu negara, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi. PDB disajikan dalam bentuk harga berlaku dan harga konstan. PDB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada setiap tahun, sedangkan PDB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa tersebut yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada satu tahun tertentu sebagai dasar. PDB harga konstan setiap sekitar 10 tahun mengalami penyesuaian karena adanya perubahan tahun dasar. Perubahan tahun dasar yang ada selama ini adalah tahun dasar 1960, 1973, 1983, 1993 dan tahun dasar 2000. Antara tahun dasar 1993 dan tahun dasar 2000 terjadi penyesuaian dengan selisih tidak sampai 10 tahun dikarenakan pada tahun 1998 terjadi krisis ekonomi global yang berakibat pada perubahan pertumbuhan dan struktur perekonomian yang signifikan di Indonesia. PDB atas dasar harga berlaku dapat digunakan untuk melihat pergeseran dan struktur ekonomi, sedang harga konstan digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun

Secara teori, PDB dapat dihitung dengan menggunakan pendekatan produksi, pendekatan pengeluaran, dan pendekatan pendapatan. Dalam studi ini, data PDB yang digunakan adalah hasil perhitungan dengan menggunakan pendekatan produksi. Untuk menghitung TFPG pada studi ini, data PDB yang dipakai adalah tahun dasar terbaru, yaitu tahun dasar 2000, dalam satuan rupiah. Data PDB bersumber dari publikasi Pendapatan Nasional (beberapa seri) yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS).



Produk Domestik Regional Bruto

Mirip dengan PDB, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah suatu indikator yang menggambarkan besarnya nilai tambah yang berhasil diciptakan dalam suatu regional (domestik). Untuk menghitung TFPG provinsi, digunakan data PDRB menurut harga konstan 2000 berdasarkan pendekatan produksi dalam satuan rupiah. Data PDRB bersumber dari publikasi Produk Domestik Regional Bruto Provinsi-provinsi di Indonesia (beberapa seri) yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS).

Stok Kapital

Stok kapital (capital stock) adalah akumulasi barang modal yang digunakan dalam proses produksi. Data akumulasi barang modal yang digunakan dalam proses produksi didapatkan berdasarkan data PMTB (Pembentukan Modal Tetap Bruto). Data PMTB level nasional dan provinsi masing-masing diperoleh dari publikasi PDB dan PDRB berdasarkan pendekatan pengeluaran (penggunaan) yang dirilis setiap tahun oleh BPS. Data jumlah stok kapital dalam studi ini disajikan dalam satuan rupiah.

Tenaga Kerja

Tenaga kerja (labor) adalah orang yang melakukan pekerjaan dengan maksud untuk memperoleh atau membantu memperoleh pendapatan atau keuntungan serta lamanya bekerja paling sedikit satu jam selama terus menerus dalam seminggu yang lalu.

Data tenaga kerja yang digunakan dalam studi ini, baik pada level nasional maupun provinsi, adalah berupa data angkatan kerja yang bekerja. Perhitungan angkatan kerja sebelum tahun 1993 berdasarkan angkatan kerja yang berumur 10 tahun ke atas. Sedangkan mulai tahun 1993, angkatan kerja merupakan penduduk usia kerja berumur 15 tahun ke atas. Dengan demikian perlu adanya penyesuaian data untuk data time series tenaga kerja berdasarkan perbandingan persentase angkatan kerja yang berumur 10 tahun ke atas dan 15 tahun ke atas. Adapun data yang digunakan untuk perhitungan dalam studi ini adalah berdasarkan data angkatan kerja berumur 15 tahun ke atas dalam satuan orang. Data mengenai tenaga kerja ini juga diperoleh dari BPS.

Upah/Gaji

Upah atau gaji (wages atau salary) adalah balas jasa yang diperoleh oleh tenaga kerja. Jumlah upah/gaji tenaga kerja selama rentang waktu kajian disajikan dalam satuan rupiah. Data mengenai upah/gaji tenaga kerja ini diperoleh dari BPS, baik untuk tingkat nasional maupun level provinsi.

Pajak

Pajak (tax) adalah iuran masyarakat (individual dan perusahaan) kepada kas negara berdasarkan undang-undang dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak dipungut pemerintah berdasarkan norma-norma hukum guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif untuk mencapai kesejahteraan umum.

Data yang dibutuhkan berupa data time series yang diperoleh dari publikasi BPS. Besarnya nilai pajak disajikan dalam satuan rupiah.

Penyusutan

Penyusutan (depreciation) adalah alokasi jumlah suatu aktiva yang dapat disusutkan sepanjang masa manfaat yang diestimasi. Penyusutan untuk periode akuntansi dibebankan ke pendapatan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Di dalam studi ini, data penyusutan yang dimaksud adalah penyusutan terhadap barang modal. Penyusutan barang modal di dalam studi ini ditetapkan sebesar 7% per tahun.

Studi yang dilakukan oleh beberapa pihak menggunakan tingkat penyusutan yang beragam, seperti 3% (Hananto Sigit - Capital Stock Indonesia) atau 5% (Mankiw, Romer, dan Weil - International Growth). Besaran penyusutan 3% terlalu kecil mengingat Indonesia masih merupakan negara berkembang dengan pemeliharaan aset (asset maintenance) yang kurang baik, sehingga mempercepat kerusakan dari aset tersebut. Studi ini menggunakan tingkat penyusutan 7%.

Pada sisi kiri fungsi produksi Cobb-Douglas Y = f (K, L), output (Y) direpresentasikan oleh PDB atau PDRB. PDB atau PDRB ini merupakan nilai tambah yang berasal dari empat komponen, yaitu upah/gaji, surplus usaha, penyusutan, dan pajak tak langsung neto. Dari keempat komponen tersebut, dua komponen pertama merupakan balas jasa dari tenaga kerja, baik tenaga kerja sebagai buruh yang memperoleh upah/gaji maupun tenaga kerja sebagai entrepreneur yang mendapatkan surplus usaha. Sedangkan komponen ketiga (penyusutan) merupakan balas jasa dari kapital (barang modal). Sementara itu, komponen pajak tak langsung neto bukanlah merupakan balas jasa. Komponen ini muncul karena adanya peran pemerintah dalam menggali penerimaan negara.

Dalam fungsi Y = f (K, L) juga terlihat bahwa input yang digunakan adalah kapital (K) dan tenaga kerja (L). Oleh karena itu, output yang digunakan dalam menghitung TFPG juga harus output yang dihasilkan karena penggunaan input K dan L. Dengan kata lain, komponen keempat (pajak tak langsung neto) harus dikeluarkan. Karena PDB atau PDRB minus pajak tak langsung neto menggambarkan output yang dihasilkan oleh faktor produksi yang digunakan, maka PDB atau PDRB seperti ini disebut dengan PDB atau PRDB at factor cost.

Semua jenis data di atas bersumber dari BPS, baik yang telah dipublikasikan maupun yang tidak dipublikasikan. Adapun data penyusutan didapatkan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan dari referensi-referensi publikasi resmi pemerintah maupun dari penelitian-penelitian pihak lain. Data runtut waktu yang tersedia untuk menghitung TFPG nasional adalah periode 1997-2008 dan TFPG provinsi adalah dari tahun 1983 hingga tahun 2008.

Langkah-langkah Penghitungan TFPG

Sebelum melakukan penghitungan TFPG, data runtut waktu 1977-2008 (untuk level nasional) dan 1983-2008 (untuk level provinsi) terlebih dahulu disesuaikan berdasarkan tahun dasar 2000. Dari tahun 1977 ke tahun 2008 terdapat beberapa kali perubahan tahun dasar yang dipakai BPS, yakni harga konstan 1973, 1983, 1993, dan 2000. Semuanya, dalam perhitungan TFPG ini, nilai PDB dan PDRB dijadikan ke dalam tahun dasar (harga konstan) 2000. Penyesuaian tahun dasar tidak hanya dilakukan dengan angka deflator, melainkan juga memasukkan perubahan cakupan PDB dan PDRB antara tahun dasar terbaru dan tahun dasar sebelumnya. Tanpa menyesuaikan cakupan PDB dan PDRB, maka hasilnya akan underestimate. Khusus untuk stok kapital, selain dilakukan penyesuaian tahun dasar, juga diberlakukan perhitungan penyusutan.

Setelah penyesuaian data dilakukan, maka langkah-langkah penghitungan TFPG dengan menggunakan growth accounting method adalah sebagai berikut :

1. Hitung labor income share tahun t (LISt) dengan formula :

LISt = Upah tahun t (19)

PDB atau PDRB berlaku tahun t

2. Hitung rata-rata labor income share pada tahun t (LISAt) :

LISAt = ½ (LISt + LISt-1) (20)

LISt = Labor income share tahun t

LISt-1 = Labor income share tahun t-1

3. Hitung capital income share pada tahun t (KISt) dengan formula :

KISt = 1 – LISt (21)

4. Hitung rata-rata capital income share pada tahun t (KISAt) :

KISAt = ½ (KISt + KISt-1) (22)

KISt = Capital income share tahun t

KISt-1 = Capital income share tahun t-1

5. Hitung tingkat pertumbuhan ekonomi pada tahun t (EGt) :

Untuk level nasional :

EGt = (ln PDBt – ln PDBt-1) x 100 (23a)

PDBt = Jumlah PDB atas dasar harga konstan tertentu pada tahun t

PDBt-1 = Jumlah PDB atas dasar harga konstan tertentu pada tahun t-1

Untuk level provinsi :

EGt = (ln PDRBt – ln PDRBt-1) x 100 (23b)

PDRBt = Jumlah PDRB atas dasar harga konstan tertentu pada tahun t

PDRBt-1 = Jumlah PDRB atas dasar harga konstan tertentu pada tahun t-1

6. Hitung tingkat pertumbuhan stok kapital pada tahun t (KGt) :

KGt = (ln Kt – ln Kt-1) x 100 (24)

Kt = Jumlah stok kapital pada tahun t

Kt-1 = Jumlah stok kapital pada tahun t-1

7. Hitung rata-rata tertimbang tingkat pertumbuhan stok kapital pada tahun t (KGAt) :

KGAt = ½ (KISt + KISt-1) x (ln Kt – ln Kt-1) x 100 (25)

8. Hitung tingkat pertumbuhan tenaga kerja pada tahun t (LGt) :

LGt = (ln Lt – ln Lt-1) x 100 (26)

Lt = Jumlah tenaga kerja pada tahun t

Lt-1 = Jumlah tenaga kerja pada tahun t-1

9. Hitung rata-rata tertimbang tingkat pertumbuhan tenaga kerja pada tahun t (LGAt) :

LGAt = ½ (LISt + LISt-1) x (ln Lt – ln Lt-1) x 100 (27)

10. Dengan demikian, tingkat pertumbuhan TFP pada tahun t (TFPGt) dapat dihitung sebagai berikut :

TFPGt = EGt – KGAt – LGAt (28)

Selanjutnya, untuk mengetahui besarnya kontribusi pertumbuhan tenaga kerja, pertumbuhan kapital, dan pertumbuhan TFP terhadap pertumbuhan ekonomi, dapat dihitung sebagai berikut :

11. Pangsa pertumbuhan kapital :

Pangsa pertumbuhan kapital = Persamaan (25) X 100 (29)

Persamaan (23)

12. Pangsa pertumbuhan tenaga kerja :

Pangsa pertumbuhan tenaga kerja = Persamaan (27) X 100 (30)

Persamaan (23)

13. Pangsa TFPG :

Pangsa TFPG = Persamaan (28) X 100 (31)

Persamaan (23)


DEVELOPING A NEW APPROACH TO AN INTEGRATED TRANSPORTATION MANAGEMENT SYSTEM

(Sumber : Bappenas)


I. LATAR BELAKANG

Pengembangan sistem transportasi yang dilakukan di Indonesia saat ini masih terkesan konvensional dan parsial. Konvensional karena pendekatannya hanya didasarkan besarnya aktifitas yang terjadi pada suatu wilayah sehingga pertumbuhan perekonomian dan perkembangan wilayah menjadi terpusat. Selain itu sistem transportasi yang dikembangkan juga masih terfokus pada moda transportasi angkutan darat yang pada umumnya dilakukan secara parsial dan integrasi dengan moda lain belum di rencanakan secara strategis. Hal ini tentunya memunculkan berbagai masalah yang berkaitan dengan efektifitas dan efisiensi pengelolaan sistem. Parsialisme ini terjadi karena belum ada perencanaan sistem transportasi yang terintegrasi dengan konsep multimoda dimana analisa permintaan dan pelayanan jasa infrastruktur transportasi dikaji lebih mendalam sehingga dapat melihat potensi penggunaan moda-moda lain yang dapat meningkatkan efisiensi dan efektifitas pengelolaan sistem transportasi. Mengintegrasikan seluruh moda transportasi yang ada merupakan ide awal studi ini. Dengan demikian setiap moda yang beroperasi nantinya akan menjadi sebuah elemen esensial yang saling berpengaruh satu sama lain sehingga membentuk suatu sistem yang terpadu. Hal ini dapat memudahkan pengawasan dan pengembangan sistem transportasi di kemudian hari.

II. METODOLOGI

Secara garis besar, studi ini memiliki 3 tahan yaitu tahap identifikasi, tahap perumusan pengembangan pendekatan baru dan tahap perumusan rekomendasi dan kebijakan manajemen sistem transportasi. Proses Identifikasi terbagi menjadi beberapa tahap, antara lain :



 Mereview Kebijakan Pengembangan dan Prasarana Wilayah:

Kebijakan pengembangan dan prasarana wilayah yang dimaksudkan dalam hal ini adalah segala kebijakan dan peraturan yang menyangkut prasarana dan pengembangan wilayah. Kebijakan ini akan digunakan sebagai landasan dalam mengistimasi keadaan – keadaan dimasa akan datang baik dari aspek pengembangan wilayah maupun aspek transportasinya.



 Identifikasi Kondisi Sosial dan Ekonomi:

Identifikasi sosial dan ekonomi yang dimaksudkan dalam hal ini adalah untuk melihat profil aspek kependudukan dan perekonomian dari daerah khusunya daerah studi. Parameter sosial dalam studi ini adalah faktor kependudukan dan parameter ekonomi yang digunakan adalah nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Tujuan dilakukan identifikasi kondisi sosial terutama perekonomian adalah untuk mengetahui besarnya pengaruh transportasi terhadap perekonomian daerah. Dalam studi ini efisiensi didapat dari optimasi transportasi secara terintegrasi melalui konsep multimoda dengan ekonomi sebagai parameter output. Pengaruh ekonomi terhadap transportasi dilihat dari capital stock berupa infrastruktur transportasi yang memberikan output penguruh terhadap PDRB berdasarkan fungsi produksi Cobb-Douglass sebagari berikut :





Dimana:



= output (PDRB),

= koefisien Teknologi,

= Kapital Stok,

= tenaga kerja/penduduk,

= share Kapital Stok

=share tenaga kerja/penduduk.





 Identifikasi Kondisi Infrastruktur Wilayah:

Infrastruktur wilayah yang terkait dalam studi ini adalah infrastruktur terkait prasarana transportasi. Beberapa parameter yang yang terkait dengan infrastruktur transportasi antara lain jalan darat, pelabuhan dan infrastruktur lainnya terkait masing-masing moda yang beroperasi.



Proses perumusan pengembangan pendekatan baru terbagi menjadi beberapa tahap, antara lain:

a. Identifikasi Variabel Kunci Untuk Perumusan Mental Maps Berbasis Causal Loop (Simpal Balik). Tahap identifikasi ini berjalan secara simultan antara penyusunan model dan ketersediaan data serta waktu maupun dana yang ada. Kesemuanya ini akan saling berpengaruh sehingga apabila dimungkinkan maka pengenalan akan model system dynamics perlu diketahui terlebih dahulu yang kemudian secara simultan ditentukan data yang diperlukan. Modelnya sendiri bisa saja mengalami penyesuaian kembali apabila data yang diharapkan ternyata memerlukan usaha yang melampaui ketersediaan resources maupun waktu yang ada.



b. Pembuatan Sub-model Transportasi Dengan Faktor Ekonomi, Penduduk, Industri dan Pembangunan Daerah.



Sub-model transportasi pada dasarnya terdiri dari 5 tahap dasar, yaitu:

• Tahap Analisis Trip Generation: Merupakan analisa bangkitan transportasi berdasarkan data literatur maupun hasil survey data sekunder dan primer. Analisa bangkitan ini akan mendapatkan masukan dari analisa dinamika pengembangan wilayah sebagai faktor yang mendorong terjadinya pergerakan atau distribusi barang dan orang yang menggunakan moda tertentu dalam wilayah studi.



• Tahap Analisis Trip Attraction: Bangkitan dan tarikan perjalanan merupakan dua sisi mata uang yang terjadi secara timbalik balik hanya saja distribusinya yang berbeda atau berlawan arah. Dengan demikian analisa ini berjalan secara simultan dengan analisa bangkitan perjalanan barang dan orang.



• Tahap Analisis Trip Distribution: Analisa distribusi perjalanan barang dan orang secara umum dan lazim dilakukan dengan menggunakan model gravitasi (gravity model) yang menggunakan hasil perhitungan analisa bangkitan dan tarikan perjalanan serta jarak antara kedua wilayah yang terkait.



• Tahap Analisis Traffic Assignment: Merupakan analisa pembebanan lalu lintas dengan pemodelan untuk menentukan beban lalu lintas (volume lalu lintas) yang akan diterima sistem jaringan jalan serta moda lain yang ada atau yang akan dibangun nantinya dalam rangka memenuhi permintaan perjalanan barang dan orang yang diprediksi dari hasil model analisa.



• Tahap Analisis Modal Split: Merupakan analisa pembagian moda transportasi berdasarkan distribusi perjalanan dan pembebanan lau lintas barang dan orang. Sesuai dengan kondisi atau skenario yang dibangun maka volume barang dan orang yang segera terdistribusi nanti akan diangkut dengan menggunakan moda yang dinilai paling realistis berdasarkan skenario pengembangan wilayah tersebut.



Berkaitan dengan optimasi transportasi dengan faktor sosial ekonomi, ekonomi, penduduk, industri dan pembangunan daerah diperlukan perencanaan pada tahap selanjutnya (meso) seperti yang tergambar dalam diagram alir berikut :





Gambar 2.1

Proses Analisa Kinerja Transportasi Tahap Meso



Pada tahap ini input pergerakan barang dan orang dilihat dari produksi sektoral tiap zona studi. Proses yang dilakukan adalah melakukan analisa kinerja sistem transportasi berikut skenario kebijakan pengembangan yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi biaya transportasi sehingga secara langsung dapat menurunkan biaya produksi khususnya terkait sektor industri dan hasil tambang. Efisiensi ini pada akhirnya akan meningkatkan perekonomian wilayah yang kembali berpengaruh terhadap peningkatan produksi sektoral. Pada tahap ini dirumuskan konsep intermoda sebagai salah satu skenario dasar dalam melakukan optimasi kinerja sistem transportasi yang teritegrasi dengan melakukan simulasi dinamis sebagai dasar pendekatan baru pada studi ini.

Selanjutnya pada proses rekomendasi dan kebijakan manajemen sistem transportasi, secara garis besar dilakukan mengevaluasi alternatif kebijakan transportasi ke depan yang diperlukan untuk mendukung kebutuhan pengembangan ekonomi wilayah terkait. Dalam konteks ini skenario kebijakan terdiri dari 2 kategori utama, yaitu:

a) Perkembangan kebutuhan (demand). Skenario ini terkait dengan potensi sosial-ekonomi wilayah serta pertumbuhannya ke depan, terutama menyangkut pertumbuhan populasi dan distribusi spasialnya, pertumbuhan sektor-sektor ekonomi utama dari wilayah yang bersangkutan, atau pertumbuhan ekonomi secara menyeluruh.

b) Perkembangan jaringan transportasi (supply). Skenario ini menyangkut perkembangan jaringan dari masing-masing moda transportasi, baik perkembangan di lintas maupun di titik-titik simpul transportasi, perkembangan sistem intermoda atau multimoda, dan termasuk juga perkembangan teknologi yang mendukung kinerja operasi dan pelayanan jaringan transportasi.

Evaluasi terhadap alternatif skenario dan perumusan rekomendasi kebijakan dilakukan dengan mempertimbangkan parameter-parameter berikut:

• Indikator ekonomi sebagai parameter untuk mengukur perkembangan wilayah khususnya hal-hal yang terkait industri dan pertambangan.

• Indikator operasional dari pengembangan sistem transportasi yang menunjukkan aspek-aspek efektivitas dan efisiensi sistem;

Indikator manfaat dan dampak dari kebijakan yang menunjukkan aspek keberlanjutan dari sistem transportasi ke depan.



III. GAMBARAN UMUM INDONESIA

III. 1. Sosial Ekonomi

Jumlah penduduk pada tahun 2000 sebesar 205,1 juta jiwa sedangkan pada tahun 2005 jumlah penduduk Indonesia 219,9 juta jiwa dan meningkat menjadi 228,5 pada tahun 2008. Laju pertumbuhan penduduk mengalami penurunan yang cukup cepat sejak tahun 1980, yaitu dari 1,97 persen selama periode 1980-1990 menjadi 1,45 persen per tahun selama periode 1990-2000, kemudian menuru lagi menjadi 1,36 persen per tahun selama periode 2000-2008.

Sebagian penduduk masih terpusat di Pulau Jawa. Data tahun 2008 menunjukan sekitar 58 persen penduduk tinggal di Pulau Jawa. Dari jumlah tersebut, 17,91 persen penduduk tinggal di Provinsi Jawa Barat, 14,28 persen di Jawa Tengah, dan 16,23 persen di Jawa Timur. Sementara luas keseluruhan Pulau Jawa hanya sekitar 7 persen dari seluruh wilayah daratan Indonesia. Ironisnya, gabungan Maluku, Maluku Utara, Papua Barat dan Papua, yang memiliki luas sekitar 27,5 persen dari luas wilayah Indonesia, hanya dihuni sekitar 2 persen penduduk.

Besarnya jumlah penduduk di Pulau Jawa menyebabkan kepadatan penduduk pulau tersebut menjadi sangat tinggi yaitu 938 jiwa/Km2 di tahun 2000 dan 996 jiwa/Km2 di tahun 2005 dan menjadi 1.027 jiwa/Km2 di tahun 2008. Kedua terbesar adalah adalah gabungan Bali dan Nusa Tenggara, yaitu 154 jiwa/Km2 di tahun 2000, 166 jiwa/Km2 di tahun 2005 dan 174 jiwa/Km2 di tahun 2008. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 3.1 :









Tabel 3.1

Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk Indonesia Tahun 2000-2008

No Pulau Penduduk

(Jiwa Ribu) Laju Pertumbuhan Penduduk

per Tahun (%)

2000 2005 2007 2008 1990-2000 2000-2005 2006-2007 2000-2008

1 Sumatera 42,472.70 46,378.20 47,995.30 48,807.20 1.57 1.77 1.76 1.75

2 Jawa 121,293.20 128,834.80 131,527.50 132,856.60 1.24 1.21 1.16 1.14

3 Bali, Nusa Tenggara 10,981.70 11,834.00 12,221.20 12,414.10 1.59 1.51 1.54 1.54

4 Kalimantan 11,307.70 12,190.60 12,628.30 12,847.70 2.26 1.51 1.59 1.61

5 Sulawesi 14,881.50 15,812.60 16,291.80 16,530.90 1.8 1.22 1.3 1.32

6 Maluku dan Papua 4,195.20 4,801.80 4,977.90 5,066.80 1.93 2.74 2.47 2.39

Indonesia 205,132.00 219,852.00 225,642.00 228,523.30 1.45 1.4 1.37 1.36

Sumber : Statistik Indonesia 2008, BPS



Pertumbuhan ekonomi Indonesia digambarkan oleh pertumbuhan PDB atas dasar harga konstan 2000. Selama kurun waktu lima tahun terakhir pertumbuhan ekonomi Indonesia selalu menunjukkan angka positif dengan perkembangan yang berfluktuatif dari tahun ke tahun. Pada tahun 2005 pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat sebesar 5,69 persen. Setahun kemudian ekonomi Indonesia mengalami sediit perlambatan dengan pertumbuhan sebesar 5,51 persen. Pada tahun 2007 perekonomian Indonesia membaik lagi dengan pertumbuhan sebesar 6,32 persen, sebelum akhirnya melambat lagi pada tahun 2008 menjadi 6,01 persen atau secara riil PDB Indonesia tercatat sebesar 2.082,1 triliun rupiah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 3.2 :





















Tabel 3.2

Produk Domestik Bruto (PDB) Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha

Tahun 2005-2008 (milliar rupiah)

No Lapangan Usaha 2005 2006 2007 2008

1 Pertanian, Peternakan, Kehutanan, Perikanan 364,169.30 433,223.40 547,235.60 345,302.80

2 Pertambangan dan Penggalian 309,014.10 366,505.40 440,826.20 267,650.70

3 Industri Pengolahan 760,361.30 919,532.70 1,068,806.40 640,072.20

4 Listrik, Gas, dan Air Bersih 26,693.80 30,354.80 34,726.20 19,587.10

5 Bangunan 195,110.60 251,132.30 305,215.70 185,300.50

6 Perdagangan, Hotel dan Restauran 431,620.20 501,542.10 590,822.30 338,957.90

7 Pengangkutan dan Komunikasi 180,584.90 231,808.60 265,256.90 146,938.70

8 Keuangan, Real Estate dan Jasa Perusahaan 230,522.70 269,121.40 305,216.00 174,144.20

9 Jasa-Jasa 276,204.20 336,258.90 399,298.60 235,035.90

PDB 2,774,281.10 3,339,479.60 3,957,403.90 2,352,990.00

Sumber : Statistik Indonesia 2008, BPS.



III. 2. Kondisi Transportasi

III. 2. 1. Transportasi Darat

Sistem transportasi nasional mempunyai peranan yang sangat penting dalam mendukung pembangunan nasional. Transportasi sangat dibutuhkan untuk menjamin terselenggaranya mobilitas penduduk maupun barang. Sehingga dengan adanya ketersediaan system transportasi, hal ini diharapkan dapat menunjang berbagai aktivitas ekonomi dalam suatu pembangunan. Angkutan darat sebagai bagian dari sistem transportasi secara keseluruhan, turut memberikan kontribusi dalam meningkatkan perekonomian di suatu wilayah. Ini dapat dilihat bahwa pada umumnya daerah-daerah yang memiliki jaringan angkutan darat, sebagai sarana yang dapat menghubungkan daerah tersebut dengan daerah lain, akan memiliki pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat dibandingkan daerah-daerah yang terisolir.

Jalan raya merupakan salah satu prasarana penting dalam transportasi darat. Hal ini karena fungsi strategis yang dimilikinya, yaitu sebagai penghubung antara satu daerah dengan daerah lainnya. Jalan sebagai penghubung antara sentra-sentra produksi dengan daerah pemasaran, sangat dirasakan sekali manfaatnya dalam rangka meningkatkan perekonomian suatu wilayah.



III. 2. 2. Transportasi Laut

Sebagian besar kegiatan pelabuhan dilakukan di 25 pelabuhan strategis seperti Belawan, Tanjung Priok, Tanjung Perak dan Makassar. Secara umum, kegiatan pelabuhan laut lebih dominan untuk kegiatan angkutan barang disbanding angkutan penumpang, tidak hanya untuk pelayaran dalam negeri tetapi juga untuk pelayaran luar negeri. Pada tahun 2008, proporsi bongkar muat barang antar pulau di 25 pelabuhan strategis terhadap total bongkar dan muat antar pulau seluruh pelabuhan masing-masing mencapai 28,19 persen dan 36,39 persen. Sedangkan bongkar dan muat barang luar negeri di Pelabuhan strategis masing-masing mencapai 77,78 persen dan 63,05 persen. Ini berarti kegiatan ekspor dan impor barang lebih besar dibandingkan kegiatan bongkar dan juat barang antar pulau.

III. 2. 3. Transportasi Udara

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008 tentang RTRWN, bandar udara sebagai simpul transportasi nasional terdiri atas Bandar udara pusat penyebaran skala pelayanan primer, sekunder, dan tersier. Bandar udara yang termasuk dalam pusat penyebaran primer adalah Kuala Namu (Sumatera Utara), Hang Nadim (Kepulaun Riau), Soekarno Hatta (Banten), Juanda (Jawa Timur), Ngurah Rai (Bali) dan beberapa bandar udara lainnya. Sedangkan yang termasuk dalam pusat penyebaran sekunder diantaranya adalah Adisutjipto (DI Yogyakarta), Adisumarno (Jawa Tengah), Minangkabau (Sumatera Barat), Sultan Syarif Kasim II (Riau), Sultan Mahmud Badaruddin II (Sumatera Selatan) dan lain-lain. Untuk bandar udara Sultan Iskandar Muda (NAD), Raden Inten II (Lampung), Ranai dan Kijang (Kepulauan Riau), Pinang Kampai (Riau), dan lain-lain termasuk dalam pusat penyebaran tersier.

IV. GAMBARAN UMUM PULAU KALIMANTAN

Secara subtansi, analisis dalam tahapan ini meliputi; kondisi eksisting social – ekonomi wilayah dan pola perkembangannya dan system transportasi serta kebijakan – kebijakan yang ada pada saat ini. Untuk mempermudah analisis, sebelumnya dilakukan melalui suatu proses pembagian wilayah Kalimantan menjadi beberapa zona dan tiap zona merupakan gabungan dari beberapa wilayah adminitrasi kabupaten.

IV. 1. Pembagian Wilayah Kedalam Zonasi

A. Latar Belakang

Pendekatan pembangunan system transportasi di Indonesia yang berbasis kepulauan telah berkembang pada akhir – akhir ini dan telah diterapkan, seperti dalam pendekatan pengembangan perkeretaapian di Indonesia. Hal ini sangat sesuai dengan karakteristik wilayah Indonesia yang terdiri dari pulau – pulau kecil dan besar. Melalui pendekatan ini, pembangunan transportasi dibedakan menurut karakteristik wilayah yaitu; pembangunan transportasi antar pulau dan pembangunan transportasi intra pulau. Pembangunan transportasi antar pulau dikembangkan melalui pengembangan angkutan laut, ferry, dan perkapalan. Sedangkan pembangunan transportasi intra/dalam pulau dikembangkan melalui pengembangan interaksi/konektivitas antar kota – kota (pusat pertumbuhan) dan pusat – pusat pertumbuhan yang terpisah.

Dilihat dari karakterisitIk wilayah studi (pulau) yang begitu kompleks akan menjadi permasalahan dalam menganalisis demand dan supply transportasi. Dalam analisis ini diharapkan dapat menggambarkan kondisi dan perkembangan pergerakan barang dan penumpang, didalam/intra Pulau maupun antar Pulau, serta kondisi pelayanan dan ketersediaan prasarana pendukungnya. Oleh karena itu perlu disederhanakan melalui pembagian wilayah studi (pulau) menjadi beberapa wilayah (zona) sebagai unit analisis.

B. Penetapan Zonasi

Penetapan zonasi didasari oleh pendekatan pembangunan transportasi yaitu; pendekatan pembangunan transportasi regional/ antar pulau dan pembangunan transportasi dalam pulau. Penetapan zonasi antar pulau lebih menekankan pada pemilihan dan menetapkan sebaran outlet – outlet dari pulau dan menjadi simpul – simpul yang dapat mewakili daerah hinterlandnya. Sedangkan dalam pengembangan transportasi dalam/intra pulau ditetapkan melalui pendeliniasian wilayah (pulau) menjadi beberapa zona dan tiap zona terdiri dari gabungan beberapa wilayah administrasi kabupaten.

a) Zonasi Pada Pengembangan Transportasi Antar Pulau

Ada 5 (lima) pulau besar yang terdapat di Indonesia yaitu; Pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Pulau Irian. Konektivitas antar pulau – pulau ini dapat digambarkan oleh interaksi antar simpul – simpul didalam masing – masing pulau yang dapat dihubungkan oleh prasarana laut, udara, dan sungai.

Tingkat interaksi antar simpul – simpul dapat dilihat dari produktivitas kegiatan antar masing – masing simpul. Produktivitas ini sangat dipengaruhi oleh potensi/kegiatan dari daerah – daerah belakangnya (hinterland).

Ada beberapa pertimbangan dalam memilih dan menetapkan titik yang dianggap sebagai simpul ditiap pulau yaitu:

• Merupakan inlet/outlet (pelabuhan) dari daerah hinterlandnya, yang dapat berfungsi sebagai pusat pemasaran dan pendistribusian barang

• Memiliki kegiatan bongkar – muat yang cukup besar dibandingkan dengan pelabuhan lainnya

• Mempertimbangkan arahan klassifikasi pelabuhan yang tertuang dalam Rencana Induk Pelabuhan Nasional (RIPN) dan Tatanan Kepelabuhanan Nasional (TKN)



b) Zonasi Pada Pengembangan Transportasi Dalam/Intra Pulau

Sama seperti dalam pembahasan sebelumnya, penetapan zonasi didalam wilayah studi (pulau) bertujuan untuk menyederhanakan pemodelan analisis demand dan supply pergerakan barang dan penumpang dalam wilayah studi (pulau). Dari analisis ini, diharapkan dapat memberikan gambaran demand pergerakan antar zona dan ketersediaan jaringan serta perkiraan biaya pengangkutan menurut masing – masing moda.



Dalam penetapan zonasi didalam wilayah studi ada beberapa yang perlu ditetapkan yaitu; batasan wilayah administrasi dalam satu zona, dan tiap – tiap zona memiliki pusat sebagai outlet zona. Dasar pemikirannya adalah sebagai berikut:

- Secara administratif, dalam satu zona terdiri dari beberapa wilayah administrasi Kabupaten/Kota. Penggunaan wilayah administrasi ini akan mempermudah analisis dan bentuk engkaji data yang tersedia untuk mengenali kondisi potensi eksisting dan masa akan datang di tiap – tiap zona

- Wilayah administrasi yang dikelompokkan dalam satu zona didasari oleh orientasi pola pergerakan barang / penumpang dan dalam satu zonasi memiliki ketergantungan terhadap pusat zona yang akan ditetapkan

- Mempertimbangkan arahan system kota – kota yang tertuang dalam Rencana Tata Ruang l (RTRW) Nasional untuk menetapkan sebagai Pusat Zona. Pusat Zona/ simpul dapat diartikan sebagai inlet/outlet dari zona tersebut



IV. 2. Kondisi Potensi Wilayah dan Sistem Transportasi di Tiap Zona

Kondisi yang dimasukan dalam bahasan ini adalah informasi tentang potensi aspek sosial ekonomi dan kondisi system tranportasi dalam tiap – tipa zona.

Zona 1 (Singkawang dsk, Kalbar)

Zona ini meliputi 3 (tiga) wilayah administrasi Kota / Kabupaten yaitu; Kab. Bengkayang, Kota Singkawang, dan Kab. Sambas dan pusatnya adalah Kota Singkawang. Zona ini memiliki jumlah penduduk sebesar 872 ribu jiwa dan luas zona sebesar 13.293 Km2 dengan kepadatan rata – rata sekitar 66 jiwa/ Km2. Kondisi perekonomian, PDRB dengan harga konstan 2000 pada tahun 2008 sebesar 8.622 milliar dengan pendapatan perkapita penduduk sebesar 9,8 juta pertahun. Sektor yang dominan dalam zona ini adalah sektor pertanian dan konstruksi. Ketersediaan infrastruktur transportasi dalam zona ini dapat dijelaskan sebagai berikut; pada Tahun 2008, panjang jalan beraspal 1.492 Km, panjang dermaga 355 M dengan kelas pelabuhan paling besar adalah pelabuhan pengumpul, dan Kelas Bandar Udara paling besar adalah Bandar Udara tersier.

Zona 2 (Pontianak dsk, Kalbar)

Zona ini meliputi 5 (lima) wilayah administrasi Kota / Kabupaten yaitu; Kota Pontianak, Kab. Pontianak, Kab. Kubu Raya, Kab. Pontianak, Kab. Sanggau, dan Kab. Landak serta pusatnya adalah Kota Pontianak. Jumlah penduduk dalam Zona sebesar 1,58 juta jiwa, luas zona sebesar 32.799 Km2 dengan kepadatan rata – rata 48 jiwa/ Km2. Kondisi perekonomian di tahun 2008 sebesar 12.611 milliar dengan pendapatan perkapita penduduk sebesar 7,9 juta pertahun. Sektor yang dominan dalam zona ini adalah sektor indusri pengolahan dan konstruksi.

Ketersediaan infrastruktur transportasi dalam zona ini dapat dijelaskan sebagai berikut; pada Tahun 2008, panjang jalan beraspal 2.626 Km, panjang dermaga 847 M dengan kelas pelabuhan paling besar adalah pelabuhan Utama (Pontianak), dan Kelas Bandar Udara utamanya adalah Bandar Udara Sekunder ( Bandar Udara Supadio).

Zona 3 ( Sintang dsk, Kalbar)

Zona ini terdiri dari 4 (empat) wilayah administrasi Kota / Kabupaten yaitu; Kab. Sintang, Kab. Kapuas Hulu, Kab. Sekadau, dan Kab. Melawi serta pusatnya adalah Kota Sintang. Jumlah penduduk dalam Zona sebesar 930 ribu jiwa, luas zona sebesar 76.811 Km2 dengan kepadatan rata – rata 12 jiwa/ Km2. PDRB berdasarkan harga konstan 2000 di Tahun 2008 sebesar 4.059 milliar dengan pendapatan penduduk perkapita sebesar 4,3 juta pertahun. Sektor yang dominan dalam zona ini adalah sector pertanian dan Bangunan.

Ketersediaan infrastruktur transportasi dalam zona ini dapat dijelaskan sebagai berikut; pada Tahun 2008, panjang jalan beraspal 1.298 Km, dan Kelas Bandar Udara utamanya adalah Bandar Udara tersier.

Zona 4 ( Ketapang dsk, Kalbar)

Zona ini meliputi 2 (dua) wilayah administrasi Kota / Kabupaten yaitu; Kab. Ketapang dan Kab. Kayong Utara, serta pusatnya adalah Kota Ketapang. Jumlah penduduk dalam Zona sebesar 499.717 jiwa, luas zona sebesar 35.809 Km2 dengan kepadatan rata – rata 14 jiwa/ Km2. PDRB dengan harga konstan 2000 di tahun 2008 sebesar 2.994 milliar dengan pendapatan perkapita sebesar 5,99 juta pertahun. Sektor yang dominan adalah sektor pertanian, indusri pengolahan, serta pertambangan dan galian.

Ketersediaan infrastruktur transportasi dalam zona ini dapat dijelaskan sebagai berikut; pada Tahun 2008, panjang jalan beraspal 852 Km, panjang dermaga 478 M dengan kelas pelabuhan utamanya adalah pelabuhan pengumpul, dan Kelas Bandar Udara utamanya adalah Bandar Udara tersier.

Zona 5 ( Pangkalan Bun dsk, Kalteng)

Zona ini meliputi 4 (empat) wilayah administrasi Kota / Kabupaten yaitu; Kab. Kotawaringin Barat, Kab. Sukamara, Kab. Lamandau, dan Kab. Seruyan, serta pusatnya adalah Kota Pangkalan Bun. Jumlah penduduk dalam Zona sebesar 432.963 jiwa, luas zona sebesar 37.404 Km2 dengan kepadatan rata-rata sekitar 12 jiwa/ Km2. Kondisi perekonomian di Tahun 2008 dengan harga konstan 2000 sebesar 4.254 milliar dengan pendapatan perkapita sebesar 9,8 juta pertahun. Sektor yang dominan dalam zona ini adalah sektor Pertanian dan Industri pengolahan.

Ketersediaan infrastruktur transportasi dalam zona ini dapat dijelaskan sebagai berikut; pada Tahun 2008, panjang jalan beraspal 800 Km, panjang dermaga 742 M dengan kelas pelabuhan utamanya adalah pelabuhan pengumpul, dan Kelas Bandar Udara utamanya adalah Bandar Udara tersier.

Zona 6 (Palangkaraya dsk, Kalteng)

Zona ini meliputi 6 (enam) wilayah administrasi Kota / Kabupaten yaitu; Kota Palangkaraya, Kab. Kotawaringin Timur, Kab. Pulang Pisau, Kab. Katingan, Kab. Gunung Mas, dan Kab. Kapuas serta pusatnya adalah Kota Palangkaraya. Jumlah penduduk dalam Zona ini sebesar 1,2 juta jiwa, luas zona sebesar 71.496 Km2 dengan kepadatan rata – rata 17 jiwa/ Km2. Kondisi perekonomian di tahun 2008 dengan harga konstan sebesar 8.360 milliar dengan pendapatan perkapita sebesar 6,9 juta pertahun. Sektor yang dominan dalam zona ini adalah sektor Pertanian dan Perdagangan, hotel dan restauran.

Ketersediaan infrastruktur transportasi dalam zona ini dapat dijelaskan sebagai berikut; pada Tahun 2008, panjang jalan beraspal 1.919 Km, panjang dermaga 379 M dengan kelas pelabuhan utamanya adalah pelabuhan pengumpul, dan Kelas Bandar Udara utamanya adalah Bandar Udara tersier.

Zona 7 (Muara Teweh dsk, Kalteng)

Zona ini meliputi 4 (empat) wilayah administrasi Kota / Kabupaten yaitu; Kab. Murung Raya, Kab. Barito Utara, Kab. Barito Selatan, dan Kab. Barito Timur serta pusatnya adalah Kota Muara Teweh. Jumlah penduduk dalam Zona sebesar 420.805 juta jiwa, luas zona sebesar 44.664 Km2 dengan kepadatan 9 jiwa/ Km2. Kondisi perekonomian di Tahun 2008 dengan harga konstan 2000 sebesar 3.232 milliar dengan pendapatan perkapita sebesar 7,7 juta pertahun. Sektor yang dominan dalam zona ini adalah sektorPertanian dan Pertambangan dan Galian.

Ketersediaan infrastruktur transportasi dalam zona ini dapat dijelaskan sebagai berikut; pada Tahun 2008, panjang jalan beraspal 540 Km.

Zona 8 ( Banjarmasin dsk, Kalsel)

Zona ini meliputi 5 (lima) wilayah administrasi Kota / Kabupaten yaitu; Kota Banjarmasin, Kab. Banjar, Kota Banjar Baru, Kota Banjarmasin, Kab. Tanah Laut, dan Kab. Barito Kuala serta pusatnya adalah Kota Banjarmasin. Jumlah penduduk dalam Zona sebesar 1,8 juta jiwa, luas zona sebesar 11.221 Km2 dengan kepadatan rata – rata 163 jiwa/ Km2. Kondisi perekonomian di Tahun 2008 dengan harga konstan sebesar 11.907 milliar dengan pendapatan perkapita sebesar 6.5 juta pertahun. Sektor yang dominan dalam zona ini adalah Perdagangan, Hotel, dan Restauran, pertanian dan industri pengolahan.

Ketersediaan infrastruktur transportasi dalam zona ini dapat dijelaskan sebagai berikut; pada Tahun 2008, panjang jalan beraspal 2.432 Km, panjang dermaga 1.218 M dengan kelas pelabuhan paling besar adalah Pelabuhan Utama (Banjarmasin), dan Kelas Bandar Udara utamanya adalah Bandar Udara sekunder.

Zona 9 ( Amuntai dsk, Kalsel )

Zona ini meliputi 6 (enam) wilayah administrasi Kota / Kabupaten yaitu; Kab. Tapin, Kab. H.S Selatan, Kab. H.S Tengah, Kab. H.S Utara, Kab. Tabalong, dan Kab. Balangan serta pusatnya adalah Kota Amuntai (HSU). Jumlah penduduk dalam Zona sebesar 1.1 juta jiwa, luas zona sebesar 11.886 Km2 dengan kepadatan rata – rata 94 jiwa/ Km2. Kondisi perekonomian di tahun 2008 dengan harga konstan 2000 sebesar 7.404 milliar dengan pendapatan perkapita sebesar 6,6 juta pertahun. Sektor yang dominan dalam zona ini adalah sector Pertambangan dan Galian dan Pertanian.

Ketersediaan infrastruktur transportasi dalam zona ini dapat dijelaskan sebagai berikut; pada Tahun 2008, panjang jalan beraspal 3.016 Km.

Zona 10 ( Kota Baru dsk, Kalsel )

Zona ini meliputi 2 (dua) wilayah administrasi Kota / Kabupaten yaitu; Kota Baru dan Kab. Tanah Bumbu serta pusatnya adalah Kota Baru. Jumlah penduduk dalam Zona sebesar 502.782 jiwa, luas zona sebesar 14.490 Km2 dengan kepadatan 35 jiwa/ Km2. Kondisi perekonomian di Tahun 2008 dengan harga konstan 2000 sebesar 6.879 milliar dengan pendapatan perkapita sebesar 13,6 juta pertahun. Sektor yang dominan dalam zona ini adalah sektor pertambangan dan galian, pertanian, dan perdagangan, hotel, dan restaurant.

Ketersediaan infrastruktur transportasi dalam zona ini dapat dijelaskan sebagai berikut; pada Tahun 2008, panjang jalan beraspal 874 Km, panjang dermaga 112 M dengan kelas pelabuhan utamanya adalah pelabuhan pengumpul, dan Kelas Bandar Udara utamanya adalah Bandar Udara tersier.

Zona 11 ( Balikpapan dsk, Kaltim)

Zona ini meliputi 3 (tiga) wilayah administrasi Kota / Kabupaten yaitu; Kota Balikpapan, Kab. Kab. Penajam Paser Utara, dan Kab. Pasir, serta pusatnya adalah Kota Balikpapan. Jumlah penduduk dalam Zona sebesar 821.329 jiwa, luas zona sebesar 14.707 Km2 dengan kepadatan rata – rata sekitar 56 jiwa/ Km2. Kondisi perekonomian di tahun 2008 sebesar 20.235 milliar dengan pendapatan perkapita sebesar 24,6 juta pertahun. Sektor yang dominan dalam zona ini adalah sektor-sektor; industri pengolahan, perdagangan, hotel, dan restaurant, dan pertambangan dan galian.

Ketersediaan infrastruktur transportasi dalam zona ini dapat dijelaskan sebagai berikut; pada Tahun 2008, panjang jalan beraspal 821 Km, panjang dermaga 604 M dengan kelas pelabuhan paling besar adalah Pelabuhan Utama ( Balikpapan), dan Kelas Bandar Udara utamanya adalah Bandar Udara primer.

Zona 12 ( Samarinda dsk, Kaltim )

Zona ini meliputi 3 (tiga) wilayah administrasi Kota / Kabupaten yaitu; Kota Samarinda, Kab. Kutai Barat dan Kab. Kutai Kertanegara serta pusatnya adalah Kota Samarinda. Jumlah penduduk dalam Zona sebesar 1.2 juta jiwa, luas zona sebesar 57.988 Km2 dengan kepadatan rata – rata 21 jiwa/ Km2. Kondisi perekonomian di Tahun 2008 dengan harga konstan 2000 sebesar 41.009 milliar dengan pendapatan perkapita sebesar 34,2 juta pertahun. Sektor yang dominan dalam zona ini adalah sektor pertambangan.

Ketersediaan infrastruktur transportasi dalam zona ini dapat dijelaskan sebagai berikut; pada Tahun 2008, panjang jalan beraspal 1.920 Km, panjang dermaga 565 M dengan kelas pelabuhan paling besar adalah Pelabuhan Utama, dan Kelas Bandar Udara utamanya adalah Bandar Udara sekunder.

Zona 13 ( Bontang dsk, Kaltim )

Zona ini meliputi 2 (dua) wilayah administrasi Kota / Kabupaten yaitu; Kota Bontang dan Kab. Kutai Timur, serta pusatnya adalah Kota Bontang. Jumlah penduduk dalam Zona sebesar 342.647 jiwa, luas zona sebesar 32.048 Km2 dengan kepadatan 11 jiwa/ Km2. Kondisi perekonomian di Tahun 2008 dengan harga konstan 2000 sebesar 45.538 milliar dengan pendapatan perkapita sebesar 133 juta pertahun. Sektor yang dominan dalam zona ini adalah sektor industri pengolahan dan pertambangan.

Ketersediaan infrastruktur transportasi dalam zona ini dapat dijelaskan sebagai berikut; pada Tahun 2008, panjang jalan beraspal 594 Km, panjang dermaga 2.257 M dengan kelas pelabuhan utamanya adalah pelabuhan pengumpul, dan Kelas Bandar Udara utamanya adalah Bandar Udara tersier.

Zona 14 ( Tanjung Redep dsk, Kaltim)

Zona ini meliputi 2 (dua) wilayah administrasi Kota / Kabupaten yaitu; Kab. Berau dan Kab. Bulungan serta pusatnya adalah Kota Tanjung Redep. Jumlah penduduk dalam Zona di Tahun 2008 sebesar 282.686 jiwa, luas zona sebesar 39.771 Km2 dengan kepadatan 7 jiwa/ Km2. Kondisi perekonomian di tahun 2008 sebesar 4.171 milliar dengan pendapatan perkapita sebesar 114,7 juta pertahun. Sektor yang dominan dalam zona ini adalah sektor – sektor; pertambangan dan galian, dan pertanian.

Ketersediaan infrastruktur transportasi dalam zona ini dapat dijelaskan sebagai berikut; pada Tahun 2008, panjang jalan beraspal 373 Km, panjang dermaga 512 M dengan kelas pelabuhan utamanya adalah pelabuhan pengumpul.

Zona 15 ( Tarakan dsk, Kaltim )

Zona ini meliputi 4 (empat) wilayah administrasi Kota / Kabupaten yaitu; Kota Tarakan, Kab. Nunukan, Kab. Malinau, dan Kab. Tana Tidung, serta pusatnya adalah Kota Tarakan. Jumlah penduduk dalam Zona di Tahun 2008 sebesar 377.189 jiwa, luas zona sebesar 53.927 Km2 dengan kepadatan 7 jiwa/ Km2. Kondisi perekonomian di Tahun 2008 dengan harga konstan 2000 sebesar 4.158 milliar dengan pendapatan perkapita sebesar 11 juta pertahun. Sektor yang dominan dalam zona ini adalah sektor – sektor; perdagangan, hotel, dan restaurant, pertambangan, dan pertanian. Ketersediaan infrastruktur transportasi dalam zona ini dapat dijelaskan sebagai berikut; pada Tahun 2008, panjang jalan beraspal 280 Km, panjang dermaga 252 M dengan kelas pelabuhan utamanya adalah pelabuhan pengumpul, dan Kelas Bandar Udara utamanya adalah Bandar Udara tersier.

TECHNOLOGY RATING FOR SME

(Sumber : BPPT)

Penilaian UMKM yang telah dilakukan di Indonesia pada umumnya dikaitkan dengan pemberian penghargaan (award), berdasar kriteria yang ditentukan pemberi penghargaan, seperti terlihat pada tabel berikut:

Tabel 2 Kriteria Dalam Berbagai Pemberian Award Bagi UMKM

No Penghargaan Peserta Kriteria
1 Small Medium Enterprise Award 2010 Kementerian Koperasi dan UKM UMKM umum - kelengkapan administrasi (SIUP, NPWP, akte notaris)
- kelengkapan data keuangan
- ketaatan pembayaran pajak
- efek perusahaan terhadap masyarakat
- potensi untuk terus berkembang

2 Bank Riau UMKM Award 2010 53 UMKM Nasabah Bank Riau - pertumbuhan usaha
- perkembangan hubungan kerja antara debitur dengan bank
- manfaat usaha UMKM bagi masyarakat

3 Semen Gresik UKM Award 2009 100 UKM binaan BUMN di Jatim (Semen Gresik, PT Petrokimia Gresik, PT Telkom, PTPN X, XI, XII, Pelindo, PLN, PAL) - patuh terhadap pengelolaan administrasi dan keuangan
- patuh terhadap kewajiban angsuran
- kemampuan melaksanakan ekspor
- kemampuan menyerap tenaga kerja
- kepedulian terhadap lingkungan

4 Semen Padang UKM Award 2010 UKM binaan PT Semen Padang - perkembangan usaha
- tata kelola usaha
- kepedulian terhadap lingkungan
- penyerapan tenaga kerja

5 BPPT PI-UMKM Award 2010 UMKM umum - Inovatif (proses produksi, manajemen, pemasaran, kemasan)
- Nilai Tambah (penyerapan tenaga kerja, pendapatan, ramah lingkungan)
- Pasar (lokal, regional, nasional)
Berbagai kriteria penilaian tersebut belum mencerminkan secara jelas potensi kemampuan teknologi UMKM untuk terus berkembang dan bersaing. Proses penilaiannya pun lebih berdasarkan pada desk evaluation dan sangat sedikit (bila ada) field interview dan field observation.
Hasil penilaian pada umumnya hanya berguna untuk pemberian penghargaan dan tidak mempunyai pengaruh secara signifikan bagi arah pengembangan UMKM secara individu apalagi bagi pihak perbankan dalam menyalurkan kredit permodalan.



b. Pemeringkatan UMKM yang Tengah Direncanakan Kemenperin
Untuk mendekatkan UMKM dengan perbankan serta memperluas akses pasar, Kementerian Perindustrian tengah mempersiapkan konsep pemeringkatan industri kecil dan menengah (IKM) melalui sistem rating yang akan diumumkan secara berkala.
Kementerian Perindustrian selama ini hanya memiliki database IKM yang dibuat oleh masing-masing Disperindag (Dinas Perindustrian dan Perdagangan) sehingga datanya pun belum bisa dipertanggungjawaban karena belum pernah diverifikasi (pernyataan Dirjen IKM Kemenperin Fauzi Aziz saat kunjungan ke sejumlah sentra IKM di Jawa Tengah dan DIY tanggal 20 Agustus 2010).

Penilaian rating versi Kemenperin akan berdasarkan tiga kategori penilaian yaitu :
(i). Pemenuhan standar mutu SNI atau ISO;
(ii). Manajemen keuangan yg visible untuk mendapat kredit modal dari perbankan;
(iii). Potensi kelayakan produk ke pasar ekspor.

Kriteria penilaian tersebut masih belum menunjukkan potensi kemampuan teknologi UMKM yang dapat menjamin perkembangan, daya saing dan kelangsungan hidup UMKM, padahal hal ini akan menjadi penting bagi: 1) Pihak perbankan, dalam mempertimbangkan pemberian kredit modal kerja 2) Pihak pemerintah, dalam menentukan jenis bantuan dan program pengembangan bagi UMKM secara individu.

I. Pemeringkatan UMKM yang Dilakukan di Eropa

Uni Eropa mendukung berbagai proyek pilot untuk mengembangkan metode technology-rating yang dikhususkan untuk kredit usaha dalam skala kecil. Contohnya adalah proyek European Technology Rating yang bertujuan untuk mendesain technical/economic rating dalam rangka mengevaluasi UMKM agar risiko proyek teknologinya dapat dimengerti oleh investor potensial. Dengan adanya suatu sistem pemeringkatan tersebut, pengembangan UMKM di Eropa lebih terarah karena risikonya dapat diketahui sejak dini, sehingga penguatan dan dana yang diperlukan dapat pula diketahui.

Salah satu tools technology rating yang dikembangkan di Eropa adalah ICS (Intellectual Capital Statements). Alasan dari negara-negara di Eropa mengembangkan ICS adalah sebagai berikut:

(i) “To obtain competitive advantage in Europe, it is crucial for small and medium sized enterprises to utilise knowledge efficiently and to enhance their innovation potential. Furthermore, reporting these intangible assets systematically to customers, partners and investors, as well as creditors has become a critical success factor.

(ii) Managing their specific “Intellectual Capital” (IC) is therefore becoming increasingly important for future-oriented organisations. Conventional balance sheets and controlling instruments are not sufficient anymore, because intangible assets are not considered so far. The Intellectual Capital Statement (ICS) is the instrument for assessing, reporting and developing the Intellectual Capital of an organization.

ICS melakukan penilaian atas tiga hal, yaitu: Human Capital, Structural Capital, dan Relational Capital. Sebagai contoh, kriteria yang digunakan dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 2. Contoh kriteria dan definisi yang digunakan dalam ICS.

Dengan demikian, negara-negara di Eropa berpendapat bahwa laporan konvensional berisi laporan keuangan tidak lagi mencukupi untuk menjawab tantangan ke depan, khususnya bagi UMKM.


Technology Rating untuk UMKM di Indonesia

Untuk UMKM di Indonesia, perlu dikembangkan tools technology rating dengan memasukkan kriteria yang dapat menunjukkan tingkat kemampuan teknologi UMKM. Dengan penilaian atas kriteria tersebut, maka kekuatan dan kelemahan UMKM secara individual akan terpetakan. Potret yang terukur ini akan dapat menjadi dasar bagi pemerintah untuk memberi bantuan secara spesifik. Potret ini juga akan berguna sebagai suatu jaminan kelayakan UMKM (endorsment) dari sisi kemampuan teknologi bagi pihak perbankan dalam mengucurkan kredit modal.

Kriteria untuk technology rating versi UMKM Indonesia harus disusun secara bersama oleh pihak-pihak yang berkepentingan, antara lain: Kementerian Perindustrian, Kementerian Koperasi dan UKM, KADIN, Perbankan, dan BPPT.