Rabu, 14 April 2010

AUDIT TEKNOLOGI

PENGERTIAN DASAR
Audit adalah pemeriksaan terhadap sesuatu yang telah ada dengan membandingkannya (mengaudit) dengan standard yang telah ditetapkan atau dengan melakukan uji patok/banding (benchmark) terhadap proses bisnis atau produk yang sama dari perusahaan lain. Jenis dan obyek audit bisa bermacam-macam tergantung tujuan audit.
 
Audit teknologi adalah :
  • Metoda sistematis untuk menginventarisir, mengidentifikasi dan mengevaluasi kelemahan & kekuatan aset teknologi.
  • Menilai kelemahan & kekuatan aset teknologi dibandingkan dengan pesaing (benchmark).
  • Mengusulkan tindak lanjut untuk perbaikan dan peningkatan daya saing.
Garcia-Arreola (1996) dalam buku Technology and Development dan Tharek Kallil (2001) dalam buku Management of Technology: The Key to Compettiveness and Wealth Creation menyebutkan enam komponen audit teknologi yaitu : Technology Acquisition, transfer & exploration, Value Added function, Innovation Process, Competitors & Market Evaluation, Technology Categorization, Technology Environment.
  1. Technology Environment (Lingkungan Teknologi): komponen audit teknologi untuk mengetahui pengaruh terhadap kenyamanan penggunaan teknologi pada lingkungan (favourable environment) yang menimbulkan suasana kerjasama (team work), kreatifitas (creativity) dan fleksibilitas (flexibility). Faktor yang mendukung dalam bisnis lingkungan teknologi adalah kepemimpinan (leadership), penerapan strategi yang digunakan (strategies adopted), budaya organisasi (organizational structure), budaya penerapan teknologi (technology culture) dan manajemen sumber daya manusia (human resource management)
  2. Technology Categorization (Kategori Teknologi) atau status teknologi : komponen audit teknologi, dimana dilakukan evaluasi (evaluation) terhadap pemahaman pengetahuan teknologi pada tingkat perusahaan (company’s level of knowledge), penggunaan teknologi yang dikembangkan sendiri (appreciation of own technologies), status teknologi (state of the art technologies), dan penggunaan teknologi yang baru berkembang (emerging technologies), dan tingkat penggunaan atau pemanfaatan teknologi bagi perusahaan (utilization of technologies).
  3. Competitor and Market (tingkat persaingan dan pasar) : komponen audit teknologi untuk mengetahui sejauh mana pemahaman terhadap lingkungan bisnis (understanding environment) dan hubungannya dengan pemasok (suppliers), distributor, subcontractors, vendors dan pesaing (competitors) dalam mengadopsi dan meningkatkan pengembangan teknologi baru (creation or adoption of new tech). Kajian bisnisnya dilihat sejauh mana kebijakan tentang inovasi baru (new innovation), penetapan harga (pricing policy), pemilihan jalur pemasok (selection of distribution channels) dan posisi produk (product positioning) pada saat ini di pasar.
  4. Innovation Process (proses inovasi) : komponen audit teknologi yang menekankan pada bagaimana pengembangan proses inovasi yang dilakukan menjadi layak jual (bring innovation to the market), dengan melakukan alokasi sumber daya (resource allocation) dengan baik dan tepat dan membangun system penghargaan (reward system) yang memadai, dsb.
  5. Value Added Function (fungsi peningkatan nilai tambah) : komponen audit teknologi, dimana dilakukan evaluasi kenerja (performance evaluation) terhadap fungsi dari setiap area bisnis (functional areas) dan sistem pemanfaatan bahan masuk/bahan baku (entire system). Kajian bisnis yang terkait meliputi : pengembangan modal kerja (capital investment), penerapan kebijakan mekanisme kerja (policy-making mechanism), pembiayaan (costing), metodologi (methodologies) dan budaya organisasi (organizational culture).
  6. Acquisition and Exploitation Technology (pemanfaatan dan ekploitasi teknologi) : komponen audit teknologi untuk mengetahui sejauh mana perusahaan melakukan pemanfaatan secara maksimal teknologi yang sudah ada dengan melakukan proses alih teknologi yang baik (knowledge flow from source to receivers) dan proses bisnis yang dimulai dengan membeli atau mengakusisi (acquisition) teknologi, kerjasama teknik (alliance partners), penggunaan lisensi (license), pemanfaatan penelitian dan pengembangan (R & D)
 
JENIS & DASAR HUKUM AUDIT TEKNOLOGI
Berdasarkan pelaksananya, audit teknologi dapat dibagi dalam dua jenis yaitu:
  • Audit Internal, dimana pelaksana audit adalah dari kalangan sendiri atau internal organisasi/ perusahaan seperti Satuan Pengawas Intern, Inspektorat, Keuangan dsb.
  • Audit Eksternal, dimana pelaksana audit adalah dari luar organisasi yang bisa berasal dari kalangan pemerintah (government) atau berasal dari kalangan organisasi auditor lainnnya (independent) yang berasal dari swasta.
 
Sedangkan berdasarkan mandat pelaksanaannya, audit teknologi dibedakan atas :

Penugasan atau Mandatory
Audit Teknologi wajib dilakukan pada suatu organisasi apabila pihak yang berwenang atas organisasi tersebut memerintahkan dilakukannya audit teknologi atas organisasi tersebut. Dalam hal ini, pihak yang berwenang disebut sebagai client dan organisasi yang diaudit disebut sebagai auditee.
 
Inisiatif organisasi atau bagian dari suatu kajian/penelitian atau Voluntary
Audit Teknologi sukarela dilakukan pada suatu organisasi apabila suatu organisasi atas keinginan sendiri atau atas anjuran pelaksana audit teknologi menginginkan dilakukannya audit teknologi atas organisasi tersebut. Dalam hal ini, organisasi yang diaudit disebut sebagai client sekaligus auditee
 
Dasar hukum pelaksanaan audit teknologi adalah Undang-Undang Nomor 18 tahun. 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi pasal 19.3.c, dimana dikatakan bahwa ”Dalam menetapkan prioritas utama & mengembangkan berbagai aspek kebijakan penelitian, pengembangan, dan penerapan iptek, Menteri wajib memperhatikan pentingnya upaya penguatan kemampuan audit teknologi impor yang dikaitkan dengan penguatan SNI, melindungi konsumen dan memfasilitasi pertumbuhan industri dalam negeri”.
 
Hal ini diperkuat oleh Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 11 tahun 2005, pasal 60 tentang kewenangan BPPT yang mengatakan “… BPPT mempunyai kewenangan memberi rekomendasi penerapan teknologi dan melaksanakan Audit Teknologi”. Dalam pelaksanaannya dikeluarkan Keputusan Kepala BPPT Nomor. 021/Kp/KA/III/ 2001 pasal 235 yang mengatakan “Pusat Audit Teknologi mempunyai tugas mengkoordinasikan pelaksanaan audit teknologi”.
 
TUJUAN DAN MANFAAT AUDIT TEKNOLOGI
Secara umum tujuan dari pelaksanaan audit teknologi adalah untuk memanfaatkan semaksimal mungkin penggunaan teknologi yang dipergunakan serta mengurangi dampak penggunaannya. Beberapa manfaat utama dan alasan pelaksanaan audit teknologi adalah :
  • Peran teknologi sangat penting dan menjadi acuan atau pegangan dalam proses bisnis perusahaan, hampir semua perusahaan atau organisasi menggunakan dan memanfaatkan teknologi. Akan tetapi bagi perusahaan yang mempunyai kandungan (content) teknologi yang cukup tinggi maka mau tidak mau perusahaan tersebut harus terus memantau dan mengetahui status teknologi yang dimiliki, apakah masih valid atau sudah tertinggal. Beberapa perusahan yang biasanya mempunyai content teknologi yang cukup tinggi adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang perbankan, industri elektronika, industri telekomunikasi,industri pertahanan dsb.
  • Untuk mengetahui apakah aset teknologi yang terdiri dari teknologi atau proses teknologi itu sendiri (Technoware), sumber daya manusia yang terlibat dan menjalankan teknologi (Humanware), informasi atau data yang dibutuhkan dalam menjalankan teknologi (Infoware) dan organisasi dimana teknologi itu berada (Orgaware), telah digunakan secara optimal efektif dan efisien.
  • Mendayagunakan pemanfaatan teknologi yang sudah ada atau yang direncanakan agar dapat meningkatkan kualitas produk dan jasa yang dihasilkan, sehingga lebih memenuhi kebutuhan konsumen
  • Mengidentifikasi resiko-resiko yang mungkin timbul (risk management) dan menghindari kerugian dari penggunaan teknologi yang tidak tepat atau teknologi yang mempunyai dampak tertentu terhadap lingkungan dan penggunanya.
  • Melakukan perlindungan publik dari dampak penggunaan atau pemanfaatan teknologi serta menjadi alat bantu dalam membuat perencanaan atau pemetaan teknologi (Tecnology Road Mapping) yang akan dikuasainya pada masa depan.

PELAKSANA AUDIT TEKNOLOGI
Dalam pelaksanaan audit teknologi, orang yang melakukan kegiatan audit biasanya disebut dengan auditor teknologi. Berdasarkan pembagian tugas (job classification) dan rincian tugas yang harus dilakukan (job description) pelaksana audit teknologi dapat dikelompokkan atas :
 
General Supervisor
  • Bertanggung jawab terhadap hasil auditek keseluruhan;
  • Mengevaluasi untuk menjaga kualitas hasil auditek;
  • Melakukan koordinasi dengan pihak klien & auditee.
Technical Supervisor
  • Monitoring untuk kelancaran teknis pelaksanaan auditek;
  • Membantu kelancaran koordinasi dengan auditee.
 Lead Auditor
  • Mengkoordinasikan penyusunan rencana;
  • Pelaksanaan audit lapangan dan ;
  • Pembuatan laporan.
 Auditor
  • Membantu Lead Auditor dalam penyusunan rencana; Pelaksanaan audit lapangan dan;
  • Pembuatan laporan.
Teknisi
  • Membantu auditor dalam pengumpulan data lapangan.
 Narasumber
  • Memberikan masukan informasi yang berkaitan dengan isu, status industri dan teknologi, serta keilmuan yang relevan.
 
KODE ETIK AUDIT TEKNOLOGI
Kode etik merupakan suatu acuan perilaku bagi para auditor dalam melakukan tugasnya. Etika berasal dari bahasa Yunani dari kata ethos yang berarti ‘karakter’, yang berhubungan dengan bagaimana seseorang berperilaku atau bertindak terhadap orang lain. Kode etik merupakan poin yang menjadi identitas seorang auditor dalam menjaga profesionalisme dan independensi dan hal ini juga kadang kala berhubungan dengan moralitas (berasal dari bahasa Latin yaitu kata mores yang berarti ‘kebiasaan’) auditor yang berfokus pada perilaku manusia yang ‘benar’ dan ‘salah’.
 
Kode etik auditor teknologi memuat tujuh prinsip yaitu:
  1. Tanggung jawab profesi: dalam melaksanakan tugasnya seorang auditor teknologi harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua aktifitas yang dilakukan, mampu bekerjasama dengan anggota tim yang lain, memelihara kepercayaan yang diberikan dan menjalankan profesi dengan penuh tanggung jawab dan bertanggung jawab dalam mengatur diri sendiri;
  2. Kepentingan publik: seorang auditor teknologi harus lebih mementingkan kepentingan publik dengan mendahulukan pemberian pelayanan informasi kepada publik dari pada kepentingan pribadi;
  3. Integritas: seorang auditor harus berani dan bertanggung jawab terhadap hasil audit yang dilakukannya, bersikap jujur dan transparan, ‘satu kata dan perbuatan’, berani mengatakan yang sebenarnya, berlaku adil dan mengakui prinsip obyektivitas dan kehati-hatian profesi;
  4. Obyektifitas: setiap auditor teknologi harus menjaga obyektifitas dan bebas dari segala benturan kepentingan dalam memenuhi kewajiban profesionalnya. Prinsip obyektif mengharuskan auditor bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, bebas dari benturan kepentingan atau berada dibawah pengaruh pihak lain;
  5. Kompetensi dan profesionalisme: setiap auditor teknologi harus selalu menjaga kompetensi yang dimiliki dengan selalu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan meningkatkan pengalaman audit. Kehati-hatian dalam berperilaku dan bertanggung jawab menjaga seluruh proses audit agar selalu memberikan hasil yang terbaik dan dapat dipertanggungjawabkan;
  6. Kerahasiaan: setiap auditor teknologi harus menjaga dan menghormati kerahasaian informasi yang diterima dan diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh menggunakan atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan kecuali jika ada hak kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya;
  7. Standar teknis: dalam melakukan tugasnya setiap auditor teknologi harus selalu mengikuti standar teknis profesional yang relevan, sesuai dengan keahlian yang dimilikinya dan berhati-hati dalam memberikan pendapat atau rekomendasi dengan mengedepankan integritas dan obyektifitas.
 (SUMBER : CUPLIKAN DARI DRAFT PEDOMAN AUDIT TEKNOLOGI, PUSAT AUDIT TEKNOLOGI - BPPT)

Selasa, 13 April 2010

EVOLUSI KEBIJAKAN IPTEK DI INDONESIA

Tahap Pertama: Permulaan pertumbuhan Kelembagan Iptek, (Indonesia - sampai awal 80’an)
Tahap Kedua: Konsolidasi Kegiatan dan Kelembagaan (Indonesia pada awal 80 an - sampai sekarang)
Tahap Ketiga : Kebijakan Teknologi sebagai Prime Mover Perekonomian. (Negara Industri Maju)
 
Tahap I :
  • Kebijakan Iptek diturunkan dari Kebijakan Ekonomi.
  • Alokasi anggaran untuk investasi di lembaga Litbang dan pendidikan. Isu utama adalah pooling resources untuk mencapai critical mass
  • Perluasan kelembagan Iptek, Pembentukan BPPT (1978), Puspiptek, Dewan Riset Nasional(1988) menambah lembaga penelitian yang telah lebih dulu ada LIPI dll.
  • Penigkatan kapasitas dan tingkat kelulusan pada lembaga pendidikan tinggi
 Tahap II :
  • Kebijakan ekonomi masih sebagai prime mover
  • Kebijakan Iptek tidak hanya hanya terbatas dalam penumbuhan sisi suplai, tetapi juga menumbuhkan sisi demand.
  • Kebijakan Iptek erat terkait dengan Kebijakan industri.(Industrial Technology) Industri berbasis teknologi didukung perkembangannya
  • Isu penting adalah masalah Linkages (Keterkaitan antara sisi suplai dan sisi demand)
  • Mendorong swasta dalam Litbang
 Tahap III
  • Teknologi sebagai sumber daya saing dan menjadi aset terpenting negara industri (Knowledge Based Economies)
  • Kebijakan Ekonomi diturunkan dari Kebijakan Teknologi
  • Sektor swasta sebagai pelaku utama Litbang
  • Pemerintah melakukan intervensi secara selektif terbatas pada Litbang strategis, Hi-tech, penyediaan public goods dan melindungi kepentingan nasional (pertahanan, energi, pangan, kesehatan dll)

TAHAPAN PERUBAHAN TEKNOLOGI


Lingkungan teknologi dapat digambarkan sebagai kumpulan system filosofi sosial, norma, dogma, dan idiologi yang kita kelompokkan dibawah payung besar yang kita sebut peradaban. Setiap tahapan peradaban didasarkan pada sistemnya sendiri dan system ini berubah secara perlahan sepanjang waktu. Sebagai cara berfikir dan bertindak baru yang tumbuh dalam penerimaan, peradaban (system) baru ini akan menjadi “gelombang perubahan” yang berkekuatan, dimana terjadi overlap dengan peradaban sebelumnya dan tidak dapat dihindari terjadinya konflik (benturan) dengan system/peradaban yang lama. Dalam pengertian yang luas, teknologi dapat dilihat baik sebagai hal yang mengikuti maupun menggerakkan konflik peradaban yang terjadi.

Pada tahun 1980, Alvin Toffler menyimpulkan tiga “gelombang perubahan” yang membawa dampak monumental pada peradaban, dalam bukunya “the third wave”. Intisarinya, Toffler membagi sejarah peradaban dalam 3 periode waktu yang berbeda yang dia sebut sebagai “gelombang” (wave). Masing-masing gelombang memiliki “techno-sphere” (lingkungan pengaruh teknologi)nya sendiri yang berbeda (khas) atau memiliki ciri dalam hal system energi, produksi dan distribusinya sendiri. “Techno-spere’ ini digerakkan oleh pembangunan “socio-sphere” atau system social keluarga (social system of family), tempat kerja, dan kelembagaan pendidikan. Jadi perubahan teknologi yang luas dapat dipikirkan sebagai “menjadi terikat secara langsung” dengan perubahan secara luas dalam pembangunan sosial masyarakat. Dalam pandangan Toffler, tiga gelombang perubahan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :

Gelombang Pertama.
Gelombang perubahan pertama terjadi berkaitan dengan REVOLUSI PERTANIAN. Suatu periode dalam sejarah peradaban sekitar 8.000 tahun sebelum masehi sampai sekitar tahun 1700-an. Sebelum revolusi pertanian, manusia hidup dalam kelompok kecil, sering berpindah-pindah, kelompok ini mencari makan dengan berburu, mencari ikan dan mencari makanan yang tersedia di alam. Dengan revolusi pertanian, tersedia teknologi dimana orang dapat menetap disatu tempat, yakin akan terpenuhinya kebutuhan makanan sehingga dapat menciptakan apa yang kita sebut sebagai peradaban. Teknologi yang muncul selama periode ini termasuk alat pengungkit, alat penggerek, alat derek dan alat penjepit yang dirancang untuk memperbesar/meningkatkan sumberdaya energi terbarukan yang berasal dari tenaga manusia, hewan, angina, matahari dan air.

Gelombang Kedua
Gelombang perubahan kedua merujuk pada REVOLUSI INDUSTRI dan memakan waktu selama periode pembangunan sejak 1700an hingga kini. Di Amerika Serikat, gelombang ini memuncak pada pertengahan 1950an tapi di banyak belahan dunia lain gelombang ini masih terus berlangsung. Periode ini mengakhiri dominasi peradaban pertanian dan mengawali industrialisasi masyarakat. Teknologi yang diperkenalkan pada gelombang ini umumnya berdasarkan pada mesin elektromekanik yang digerakkan oleh bahan bakar fosil yang tidak terbarukan, menyebabkan perubahan secara luas dalam meningkatkan masyarakat. Contoh-contoh teknologi ini meliputi : mesin uap, kendaraan bermotor dan listrik. Keluarga menjadi lebih kecil, beralih pekerjaan dari lahan-lahan pertanian ke pabrik-pabrik, dan pendidikan beralih dari pendidikan di rumah menjadi pendidikan yang terorganisir di dalam kelas.

Gelombang Ketiga
Gelombang perubahan ini serupa dengan jaman paska industri, suatu periode yang diawali pada pertengahan/akhir 19650an dan sekarang sedang dialami oleh negara-negara yang menguasai teknologi tinggi seperti Amerika Serikat, negara-negara Eropa Barat, dan Jepang.Jaman ini berdasarkan sistem elektronika yang membantu mempercepat komunikasi, perhitungan, dan penyebaran informasi. Ketersediaan teknologi secara luas seperti komputer, telekomunikasi, robot, dan bioteknik juga telah meninggalkan tanda-tanda pada karakteristik sosial masyarakat. Perubahan mendasar dalam perilaku sosial sekarang dapat dilihat seperti pada organisasi angkatan kerja, pendidikan pemuda serta keberagaman dalam bentuk keluarga.

Perbandingan Tiga Gelombang Perubahan Alvin Toffler
Aspek Teknologi Utama
Gelombang 1
Pengungkit dan pengerek, katrol dan baji, mesin yang dirancang untuk melipatgandakan energi terbarukan yang berasal dari tenaga manusia, tenaga hewan, angin, matahari dan air.
Gelombang 2
Mesin elektomekanik dengan komposisi katrol, belt, bearings, dan baut dengan tenaga yang bersumber dari bahan bakar fosil yang tidak terbarukan
Gelombang 3
Peralatan elektronik yang mendorong kecepatan komunikasi dan perhitungan. Teknologi dirancang untuk memanfaatkan sumberdaya energi terbarukan. Bioteknologi terfokus pada peningkatan kualitas hidup.

Aspek Pengembangan Teknologi
Gelombang 1
Menyediakan kebutuhan dasar keluarga dan komunitas
Gelombang 2
Pemusatan teknologi untuk produksi masal dan penyebaran makanan. Peralihan pekerjaad dari ladang ke pabrik.
Gelombang 3
Secara elektronik menggerakkan klaster teknologi menggunakan energi yang minimal
Munculnya perhatian akan lingkungan dan kemanusiaan.
Otomatisasi pemikiran.

Aspek Kelembagaan dan Jejaring Organisasi yang terlibat dalam Pengembangan Teknologi
Gelombang 1
Komunikat kecil dan keahlian individu
Keluarga besar yang berakar dan tinggal dalam suatu lokasi
Rumahtangga turun temurun yang berfungsi sebagai unit produksi ekonomi
Bisnis yang dilaksanakan dalam bentuk kepemilikan individu dan pertemanan.
Pendidikan di rumah. Komunikasi dari mulut ke mulut.
Gelombang 2
Keluarga inti yang kecil dan mobile.
Pendidikan masal usia muda
Komunikasi jarak jauh
Pabrik besar, penggilingan, pengecoran, dan pertambangan.
Korporasi besar sebagai unit bisnis yang didanai oleh investor dari luar.
Gelombang 3
Peningkatan salingketergantungan antar organisasi.
Pengembangan aliansi strategis dan organisasi maya.
Mobilitas internasional dalam hal angkatan kerja dan modal.
Peningkatan kolaborasi antara korporasi swasta dan pemerintah .
Penerimaan ”pondok elektronik” sebagai alternative tempat kerja.

Apakah akan ada Gelombang Keempat ? Banyak orang mempercayainya, tetapi pendapat berbeda-beda melihat pada sifat dasar dari Gelombang Keempat. Setidaknya 2 tipe yang berbeda telah diutarakan : (1) Gelombang Hijau dan (2) Gelombang Biologi.

Mengikuti kepeloporan Toffler, Herman Maynard dan Susan Mehrtens mem-visikan Gelombang Keempat yang akan terjadi di masa datang. Dalam bukunya yang ditulis tahun 1993, Gelombang Keempat, penulis memaparkan pandangan korporasi sebagai pemandu dari perhatian dunia. Organisasi-organisasi ini akan muncul lebih sebagai komunitas daripada sebagai entitas bisnis dengan keputusan ditetapkan berdasarkan konsensus pada kebutuhan manusia dan lingkungan. Teknologi yang dikejar akan cocok dengan kebutuhan komunitas dunia dan bersama-sama dengan kebutuhan-kebutuhan planet. Kualitas hidup dan kesejajaran dengan aturan alam akan menjadi ukuran utama dari kekayaan suatu korporat. Kepemilikan menjadi komunal, keadilan ekonomi dan sosial akan menjadi perhatian utama. Secara ringkas, korporat akan melihat dirinya secara holistik (menyeluruh) sebagai pelindung masyarakat.

Sebagai alternatifnya, sebagian orang percaya bahwa setelah revolusi informasi atau gelombang ketiga AlvinToffler akan terjadi Revolusi Biologi. Pada inti revolusi atau gelombang keempat, terjadi kemajuan ilmu pengetahuan dalam pemahaman kode genetik manusia. Proyek genome manusia dan usaha-usaha lainnya dalam memetakan kode genetik diharapkan tidak hanya membawa kemajuan medis tetapi juga merubah secara mendasar cara kita menjalani kebidupan sehari-hari. Beberapa hal telah menciptakan potensi dilema/pilihan secara etika, khususnya menyinggung masalah cloning. Jika kita setuju dengan pengembangan ilmu pengetahuan dan dan berhasil memecahkan dilema sosial dan kemanusiaan, banyak orang percaya bahwa kita akan tiba pada Gelombang Keempat.

METODE SISTEM DINAMIS (SYSTEMS DYNAMIC) UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN WILAYAH

Sri Handoyo Mukti
System Dynamic adalah metode pemodelan dengan simulasi komputer, dikembangkan di MIT pada tahun 1950an sebagai suatu alat yang digunakan oleh para manager untuk menganalisis permasalahan yang kompleks. System Dynamic mampu menciptakan suatu learning environment – suatu laboratorium yang berperan seperti miniatur dari sistem. System Dynamic adalah metodologi berfikir, metodologi untuk mengabstaksikan suatu fenomena di dunia sebenarnya ke model yang lebih explisit.

Suatu fenomena menyangkut dengan 2 (dua) hal yaitu Struktur dan Perilaku. Struktur adalah unsur pembentuk fenomena dan pola keterkaitan antar unsur tersebut, yang dipengaruhi oleh: (1) feedback (causal loop); (2) stock (level) dan flow (rate); (3) delay; dan (4) nonlinearity. Sedangkan perilaku (behaviour) adalah perubahan suatu besaran/variabel dalam suatu kurun waktu tertentu, baik kuantitatif maupun kualitatif atau catatan tentang magnitude (besar, nilai, angka) sesuatu dalam suatu kurun waktu tertentu (pertumbuhan, penurunan, osilasi, stagnan, atau kombinasinya). Pemahaman hubungan struktur dan perilaku sangat diperlukan dalam mengenali suatu fenomena.

(1) Feedback (Causal Loop) atau Hubungan Causal.
Suatu struktur umpan–balik harus dibentuk karena adanya hubungan kausal (sebab-akibat). Dengan perkataan lain, suatu struktur umpan-balik adalah suatu causal loop (lingkar sebab-akibat). Struktur umpan-balik ini merupakan blok pembentuk model yang diungkapkan melalui lingkaran-lingkaran tertutup. Lingkar umpan-balik (feedback loop) tersebut menyatakan hubungan sebab-akibat variabel-variabel yang melingkar, bukan manyatakan hubungan karena adanya korelasi-korelasi statistik.
Hubungan sebab-akibat antar sepasang variabel harus dipandang bila hubungan variabel lainnya terhadap variabel tersebut di dalam sistem dianggap tidak ada. Sedangkan suatu korelasi statistik antara sepasang variabel diturunkan dari data yang ada dalam keadaan variabel variabel tersebut mempunyai hubungan dengan variabel lainnya di dalam sistem dan kesemuanya berubah secara simultan.
Rancangan causal-loop diagram (CLD) biasanya digunakan dalam system thinking (berpikir sistemik) untuk mengilustrasikan hubungan cause-effect (sebab-akibat). Hubungan feedback (umpan-balik) bisa menghasilkan perilaku yang bervariasi dalam sistem nyata dan dalam simulasi sistem nyata.

(2) Stock (Level) dan Flow (Rate)
Dalam merepresentasikan aktivitas dalam suatu lingkar umpan-balik, digunakan dua jenis variabel yang disebut sebagai stock (level) dan flow (rate). Level menyatakan kondisi sistem pada setiap saat. Dalam kerekayasaan (engineering) level sistem lebih dikenal sebagai state variable system. Level merupakan akumulasi di dalam sistem.
Persamaan suatu variabel rate merupakan suatu struktur kebijaksanaan yang menjelaskan mengapa dan bagaimana suatu keputusan dibuat berdasarkan kepada informasi yang tersedia di dalam sistem. Rate inilah satu-satunya variabel dalam model yang dapat mempengaruhi level.

(3) Delay (tunda)
Delay terjadi dimanapun di dunia nyata. Adanya delay menghasilkan sesuatu hal yang menarik pada perilaku kompleks sistem, ketika sistem tersebut tidak memiliki feedback dan kompleksitas cause-effect yang terbatas.

(4) nonlinearity
Pendekatan system dynamic merepresentasikan dinamika perubahan state dari sistem dan menghasilkan isyarat-isyarat sebagai keluarannya. Isyarat- isyarat ini diformulasikan ke dalam model keputusan dan kemudian bersama dengan isyarat dari lingkungannya menjadi feedback bagi dinamika sistem itu sendiri. Model secara prinsip masih dikatakan berbasis linear thinking dimana causalitas diasumsikan terjadi secara serial sehingga penyebab pertama dari rangkaian sebab-akibat ini sering bukanlah sumber masalahnya.

Dengan pendekatan system dynamic, keputusan-keputusan dan kebijakan yang dibuat serta reaksi dari lingkungannya akan direpresentasikan ke dalam causal-loop diagram, menggunakan stock-flow model sehingga akhirnya dapat disimulasikan dengan komputer.

Suatu fenomena dinamis dimunculkan oleh adanya struktur fisik dan struktur pembuatan keputusan yang saling berinteraksi. Struktur fisik dibentuk oleh akumulasi (stok) dan jaringan aliran orang, barang, energi, dan bahan. Sedangkan struktur pembuatan keputusan dibentuk oleh akumulasi (stok) dan jaringan aliran informasi yang digunakan oleh aktor-aktor (manusia) dalam sistem yang menggambarkan kaidah-kaidah proses pembuatan keputusannya. Proses pembuatan keputusan menyangkut fenomena-fenomena yang dinamis.

Metode System Dynamic erat berhubungan dengan pertanyaan-pertanyaan tentang tendensi-tendensi dinamik sistem-sistem yang kompleks, yaitu pola-pola tingkah laku yang dibangkitkan oleh sistem itu dengan bertambahnya waktu. Penggunaan metodologi system dynamics lebih ditekankan kepada tujuan-tujuan peningkatan pemahaman kita tentang bagaimana tingkah laku muncul dari struktur kebijaksanaan dalam sistem itu. Pemahaman ini sangat penting dalam perancangan kebijaksanaan yang efektif.

Persoalan yang dapat dengan tepat dimodelkan menggunakan metodologi System Dynamics adalah masalah yang mempunyai sifat dinamis (berubah terhadap waktu); dan struktur fenomenanya mengandung paling sedikit satu struktur umpan- balik (feedback structure).

Dalam metodologi System Dynamics yang dimodelkan adalah struktur informasi sistem yang di dalamnya terdapat aktor-aktor, sumber-sumber informasi, dan jaringan aliran informasi yang menghubungkan keduanya. Analogi fisik dan matematik untuk struktur informasi itu dapat dibuat dengan mudah. Sebagai suatu analogi fisik, sumber informasi merupakan suatu tempat penyimpanan (storage), sedangkan keputusan merupakan aliran yang masuk ke atau keluar dari tempat penyimpanan itu. Dalam analogi matematik, sumber informasi dinyatakan sebagai variabel keadaan (state variable), sedangkan keputusan merupakan turunan (derivative) variabel keadaan tersebut.

Pemodelan Kebijakan menggunakan System Dynamic
Model yang memenuhi syarat dan mampu dijadikan sarana analisis untuk merumuskan (merancang) kebijakan haruslah merupakan suatu wahana untuk menemukan jalan dan cara intervensi yang efektif dalam suatu sistem (fenomena). Melalui jalan dan cara intervensi inilah perilaku sistem yang diinginkan dapat diperoleh (perilaku sistem yang tidak diinginkan dapat dihindari).

Dengan demikian, model yang dibentuk untuk tujuan seperti di atas haruslah memenuhi syarat-syarat berikut:
 Karena efek suatu intervensi (kebijakan), dalam bentuk perilaku, merupakan suatu kejadian berikutnya, maka untuk melacaknya unsur (elemen) waktu perlu ada (dinamik);
 Mampu mensimulasikan bermacam intervensi dan dapat memunculkan perilaku sistem karena adanya intervensi tersebut;
 Memungkinkan mensimulasikan suatu intervensi yang efeknya dapat berbeda secara dramatik dalam jangka pendek dan jangka panjang (kompleksitas dinamik);
 Perilaku sistem di atas dapat merupakan perilaku yang pernah dialami dan teramati (historis) ataupun perilaku yang belum pernah teramati (pernah dialami tetapi tidak teramati atau belum pernah dialami tetapi kemungkinan besar terjadi); dan
 Mampu menjelaskan mengapa suatu perilaku tertentu (transisi yang sukar misalnya) dapat terjadi.
 Dalam hubungannya dengan kesahihan (validity) model, suatu model haruslah sesuai (cocok) dengan kenyataan (realitas) empirik yang ada.
 Model merupakan hasil dari suatu upaya untuk membuat tiruan kenyataan tersebut (Burger, 1966).
 Upaya pemodelan haruslah memenuhi (sesuai dengan) metode ilmiah. Saeed (1984) telah melukiskan metode ilmiah ini berdasarkan kepada konsep penyangkalan (refutation) Popper (1969).
 Metode ini menyaratkan bahwa suatu model haruslah mempunyai banyak titik kontak (points of contact) dengan kenyataan (reality) dan pembandingan yang berulang kali dengan dunia nyata (real world) melalui titik-titik kontak tersebut haruslah membuat model menjadi robust.

Adapun prinsip-prinsip untuk membuat model dinamik dengan ciri-ciri seperti yang diuraikan di atas menurut Sterman (1981) adalah sebagai berikut:
1) Keadaan yang diinginkan dan keadaan yang sebenarnya terjadi harus dibedakan di dalam model;
2) Adanya struktur stok dan aliran dalam kehidupan nyata harus dapat direpresentasikan di dalam model;
3) Aliran-aliran yang berbeda secara konseptual, di dalam model harus dibedakan;
4) Hanya informasi yang benar-benar tersedia bagi aktor-aktor di dalam sistem yang harus digunakan dalam pemodelan keputusannya;
5) Struktur kaidah pembuatan keputusan di dalam model haruslah sesuai (cocok) dengan praktek-praktek manajerial; dan
6) Model haruslah robust dalam kondisi-kondisi ekstrim.

Simulasi dan Variabel dalam kaitannya dengan Intervensi Kebijakan
Perilaku model sistem dinamis ditentukan oleh keunikan dari struktur model, yang dapat dipahami dari hasil simulasi model. Dengan simulasi akan didapatkan perilaku dari suatu gejala atau proses yang terjadi dalam sistem, sehingga dapat dilakukan analisis dan peramalan perilaku gejala atau proses tersebut di masa depan.
Simulasi dilakukan dengan memasukkan faktor kebijakan/intervensi kebijakan (sesuai skenario yang diinginkan) kedalam model yang telah dibangun. Perubahan kebijakan akan berpengaruh terhadap variabel yang lain sehingga secara keseluruhan akan mempengaruhi kinerja sistem. Kondisi ini merupakan gambaran tentang kondisi riil yang mungkin terjadi. Hasil dari perubahan ini akan diamati pada tabel atau grafik variabel yang diinginkan.

Simulasi merupakan salah satu kegiatan dalam analisis sistem yang secara garis besar meliputi tiga kegiatan:
a. Merumuskan model yang menggambarkan sistem dan proses yang terjadi di dalamnya;
b. Melakukan eksperimen; dan
c. Menggunakan model dan data untuk memecahkan masalah. Simulasi digunakan untuk membuat peramalan secara terintegrasi mengenai fenomena perilaku sistem yang akan terjadi berdasarkan nilai-nilai peubah dari model (Pramudya, 1989).

Validasi dan Verifikasi
Validasi bertujuan untuk mengetahui kesesuaian antara hasil simulasi dengan gejala atau proses yang ditirukan. Model dapat dinyatakan baik jika kesalahan atau simpangan hasil simulasi terhadap gejala atau proses yang terjadi di dunia nyata relatif kecil. Hasil simulasi yang sudah divalidasi tersebut digunakan untuk memahami perilaku gejala atau proses serta kecenderungan di masa depan, yang dapat dijadikan sebagai dasar bagi pengambil keputusan untuk merumuskan suatu kebijakan di masa mendatang.
Suatu model dikatakan valid jika struktur dasarnya dan polanya dapat menggambarkan perilaku sistem nyata, atau dapat mewakili dengan cukup akurat, data yang dikumpulkan sehubungan dengan sistem nyata atau asumsi yang dibuat berdasarkan referensi sesuai cara sistem nyata bekerja. Walaupun validasi suatu sistem sangat dibatasi oleh mental model dari pemodel, namun demikian untuk memenuhi kaidah keilmuan, pada suatu sistem dinamik tetap tetap harus dilakukan uji validasi. Dalam pengujian validasi suatu model, saat ini terdapat beberapa teknik.

Selain itu, validasi model ini dilakukan pula terhadap kinerja atau keluaran model, yaitu membandingkan hasil keluaran model yang dirancang dan data lapangan pada periode waktu selama 10 tahun. Validasi kinerja ini dapat dilakukan dengan memverifikasi grafik keluaran model dan membandingkannya dengan grafik kecenderungan (trend) perubahan dari data lapangan berdasarkan suatu seri data, atau dengan memverifikasi data lapangan berdasarkan perhitungan standar penyimpangan data (root mean square error) pada masing-masing level keluaran model dengan tingkat perbedaan maksimal dari nilai rata-rata data empirik sebesar 10% berdasarkan persamaan standar deviasi.

Model dinyatakan valid jika hasil pengujian (verifikasi) sesuai dengan data lapangan. Hasilnya dianggap dapat digunakan untuk mensimulasikan atau memproyeksikan keadaan perubahan yang diperkirakan terjadi untuk periode selama 10 tahun ke depan.

Salah satu teknik yang dapat digunakan adalah uji keyakinan yang dipaparkan oleg R.G Coyle dalam System Dinamics Modeling: A Practical Approach (1996):
1. Causal Loop diagram harus berhubungan dengan permasalahan,
2. Persamaan harus disesuaikan dengan causal loop diagram khususnya tanda + atau – harus konsisten diantara persamaan dengan causal loop.
3. Dimensi dalam model harus valid,
4. Model tidak menghasilkan nilai yang tidak masuk akal, seperti stok negatif,
5. Perilaku model harus masuk akal, artinya apabila ada sesuatu yang seharusnya terjadi, maka harus sesuai dengan apa yang diharapkan dari model tersebut,
6. Massa model harus balance, artinya total kuantitas yang telah masuk dan keluar dari proses sistem tetap dapat dijelaskan.

System Dynamic untuk Perencanaan Pengembangan Wilayah Nasional
Model merupakan absraksi (penyederhanaan) dari sistem yang sesungguhnya. Secara umum Borshchev and A. Filippov mengklasifikasikan model simulasi berdasarkan tingkat abstraksinya menjadi :
• Model abstraksi tinggi /high abstraction dengan ciri-ciri : kurang detail, macro level dan strategic level),
• Model abstraksi sedang dengan ciri-ciri agak detail, meso level, tactical level
• Model dengan abstraksi rendah den gan ciri-ciri lebih detail, micro level, operation level

Model Simulasi untuk keperluan Perencanaan Wilayah dapat digolongkan sebagai model dengan abstraksi tinggi, karena menyangkut simulasi kebijakan publik, sedangkan model untuk keperluan detail engineering design (DED) dapat digolongkan sebagai model dengan abstraksi rendah.
Dalam sistem pengembangan wilayah secara nasional, Indonesia dibagi atas 7 wilayah pulau besar yaitu: Jawa-Bali, Nusa Tenggara, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Papua. Untuk menyusun model nasional dapat dilakukan 2 pendekatan :
1. Model nasional disusun berdasarkan agragasi variabel-variabel pada level nasional, dimana dalam hal ini keterkaitan antar pulau tidak terlihat
2. Model nasional disusun berdasarkan gabungan dari model-model dengan variabel pada level pulau. Dengan pendekatan kedua ini terlihat keterkaitan antar pulau.

Baik menggunakan pendekatan pertama maupun kedua, model pada level pulau ataupun nasional terdiri dari 4 aspek bahasan (sub model) yaitu : ekonomi, sosial, lingkungan dan ruang (penataan ruang).

UNDANG UNDANG PERKERETAAPIAN

Perundangan mengenai perkeretaapian telah dipperbaharui melalui UU 23 tahun 2007 yang merupakan pembaharuan dari UU Nomor 13 tahun 1992. UU 23 tahun 2007 tentang Perkeretaapian membutuhkan peraturan turunan untuk operasionalisasinya. Salah satunya adalah PP No.56 tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian yang akan dirangkum dalam technical note yang berbeda.

Secara umum UU 23/2007 memiliki tujuan :
a. Mengatur ketetapan dan ketentuan jasa layanan perkeretaapian di Indonesia
b. Untuk mendorong dan melindungi pengguna jasa layanan kereta api
c. Untuk mendorong kompetisi dalam jasa layanan perkeretaapian
d. Untuk mendorong investasi swasta dalam bidang prasarana dan sarana perkeretaapian
e. Untuk meningkatkan efisiensi dan nilai ekonomi dalam jasa layanan perkeretaapian
 
Selain itu perubahan UU perkeretapian ini dalam lingkup sektor perkeretaapian memiliki sasaran sebagai berikut :
  1. Menjadikan moda transportasi kereta api sebagai tulang punggung dalam sistem transportasi nasional khususnya transportasi dalam pulau (bukan antar pulau)
  2. Meningkatkan pangsa pasar transportasi perkeretaapian dari 6 – 7 % menjadi 20 % untuk angkutan penumpang
  3. Meningkatkan pangsa pasar transportasi perkeretaapian dari dibawah 1 % menjadi 15 % untuk angkutan barang
 Walaupun peran moda transportasi kereta api di Indonesia saat ini masih belum begitu terlihat, namun di beberapa Pulau, terutama Jawa moda transportasi ini sangat peranannya khususnya untuk transportasi komuter di Metropolitan Jabdetabek, angkutan penumpang antarkota di Jawa, angkutan barang dan kontainer di Jawa dan angkutan batubara di Sumatera.
Dengan keunggulan tranportasi kereta api dalam hal efisiensi, ramah lingkungan, hemat energi, tidak mendorong alih fungsi lahan besar-besaran, maka transportasi ini sangat besar tepat untuk mengatasi permasalahan terkait dengan lingkungan dan alih fungsi lahan.
Sebagaimana transportasi lain, maka moda kereta api juga sangat besar peranaanya dalam meningkatkan perekonomian nasional dimasa mendatang. Padatnya jalan-jalan yang ada menyebabkan transportasi barang dari pusat-pusat industri ke pelabuhan-pelabuhan akan menjadi lebih efisien menggunakan kereta api.
 
Secara umum sistematika UU 23 tahun 2007 adalah sebagai berikut :
Bab I : Ketentuan Umum (pasal 1)
Bab II : Azas dan Tujuan (pasal 2– 3)
Bab III : Tatanan Perkeretaapian (pasal 4 – 12)
Bab IV : Pembinaan (pasal13 –16)
Bab V : Penyelenggaraan (pasal 17–34)
Bab VI : Prasarana Perkeretaapian (pasal 35 – 90)
  • Bagian I : Umum (pasal 35)
  • Bagian II : Jalur Kereta Api (pasal 36 – 53)
  • Bagian III : Stasiun Kereta Api (pasal 54 – )
  • Bagian IV : Fasilitas Pengoperasian Kereta Api (pasal 59 – 64)
  • Bagian V : Perawatan Prasarana Perkeretaapian (pasal 65 – 66)
  • Bagian VI : Kelaikan Prasarana Perkeretaapian (pasal 67 – 83)
  • Bagian VII : Pengadaan Tanah untuk Pembangunan Prasarana Perkeretaapian (pasal 84 – 86)
  • Bagian VIII : Tanggung Jawab Penyelenggaran Prasarana Perkeretaapian (pasal 87 – 89)
  • Bagian IX : Hak dan Wewenang Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian (pasal 90)
Bab VII : Perpotongan dan Persinggungan Jalur KA dengan Bangunan Lain (pasal 91 – 95)
Bab VIII : Sarana Perkeretaapian (pasal 96 –117)
  • Bagian I : Perayaratan Teknis dan Kelaikan Sarana Perkeretaapian (pasal 96 – 97)
  • Bagian II : Pengujian dan Pemeriksaan (pasal 98 – 113)
  • Bagian III : Perawatan Sarana Perkeretaapian (pasal 114 – 115)
  • Bagian IV : Awak Sarana Perkeretaapian (pasal 116 – 117)
Bab IX : Rancang Bangun dan Rekayasa Perkeretaapian (pasal 118 – 119)
Bab X : Lalu Lintas Kereta Api (pasal 120 – 126)
  • Bagian I : Tata Cara Berlalu Lintas Kereta Api (pasal 120 – 125)
  • Bagian II : Penanganan Kecelakaan Kereta Api (pasal 126)
Bab XI : Angkutan (pasal 127 – 165)
  • Bagian I : Jaringan Pelayanan Perkeretaapian (pasal 127 – 129)
  • Bagian II : Pengangkutan Orang Dengan Kereta Api (pasal 130 – 138)
  • Bagian III : Angkutan Barang dengan Kereta Api (pasal 139 – 146)
  • Bagian IV : Angkutan Multimoda (pasal 147 – 148)
  • Bagian V : Angkutan Perkeretaapian Khusus (pasal 149 – 150)
  • Bagian VI : Tarif Angkutan Kereta Api (pasal 151 – 156)
  • Bagian VII : Tanggung Jawab Penyelenggara Sarana Perkeretaapian (pasal 157 – 160)
  • Bagian VIII : Hak Penyelenggara Sarana Perkeretaapian (pasal 161 – 163)
  • Bagian IX : Jangka Waktu Pengajuan Keberatan dan Ganti Rugi (pasal 164 – 165)
Bab XII : Asuransi dan Ganti Kerugian (pasal 166 –171)
Bab XIII : Peran Serta Masyarakat (pasal 172 – 174)
Bab XIV : Pemeriksaan dan Penelitian Kecelakaan Kereta Api (pasal 175 – 177)
Bab XV : Larangan (pasal 178 – 185)
Bab XVI : Penyidikan (pasal 186)
Bab XVII : Ketentuan Pidana (pasal 187 – 213)
Bab XVIII : Ketentuan Peralihan (pasal 214 )
Bab XIX : Ketentuan Penutup (pasal 215 – 218)

ALAT ANALISIS MONITORING DAN EVALUASI

Apa yang dimaksud dengan Monitoring dan Evaluasi ?

Monitoring :
Fungsi yang dilakukan secara menerus menggunakan data yang dikumpulkan dari indikator tertentu (merupakan indikator yang ditetapkan), sebagai bahan masukan manajemen terhadap kemajuan (progres) dan capaian (achievement) dari tujuan (objective) program/kegiatan serta kemajuan (progres) penggunaan dana yang dialokasikan pada program/kegiatan tersebut.

Penjelasan :
• Kegiatan yang dilaksanakan secara periodik.
• Kegiatan berupa pengumpulan data ( kuesioner).
• Data yang dikumpulkan berupa indikator kinerja yang telah ditetapkan bersama.
• Indikator kinerja yang telah ditetapkan harus dapat menggambarkan kemajuan pelaksanaan program dan capaian dari tujuan program.
• Indikator yang ditetapkan harus dapat menggambarkan kemajuan penggunaan (penyerapan) dana yang dialokasikan.

Evaluasi :
Proses penentuan nilai atau tingkat kemanfaatan dari suatu program untuk menentukan relevansi dari tujuan (objective), keampuhan dari rencana dan penerapannya, efisiensi penggunaan sumberdaya-nya, dan keberlanjutan dari hasil yang telah dicapai.

Penjelasan :
• Proses untuk menilai kemanfaatan program
• Apakah hasilnya relevan terhadap tujuan (objective)
• Apakah rancangan dan penerapannya memberikan manfaat
• Apakah pelaksanaannya penggunakan sumberdaya secara efisien
• Apakan hasil yang dicapai memberikan manfaat secara berkelanjutan (tidak hanya selesai program setelah itu terus berhenti) : bagaimana pasca programnya ?

Monitoring dan Evaluasi bersifat sinergistik.....monitoring sangat penting, tetapi tidak cukup. Merupakan masukan untuk evaluasi

ALAT ANALISIS, METODE DAN PENDEKATAN UNTUK MONITORING DAN EVALUASI

Indikator Kinerja (Performance Indicator)

Pengertian :
• Merupakan ukuran bagi input, proses, output, outcome dan impact
• Jika didukung data yang akurat, indikator-indikatornya dapat membantu memantau kemajuan jejak (track progress), mendemonstrasikan hasil, mengambil tindakan korektif untuk meningkatkan layanan yang diberikan
• Penting untuk menyertakan stakeholder kunci dalam menetapkan indikator yang dapat mereka pahami sehingga dapat digunakan oleh mereka dalam pengambilan keputusan manajerial.

Digunakan untuk :
• Penetapan target kinerja serta evaluasi kemajuan
• Mengindikasikan apakah evaluasi yang lebih dalam (atau review) diperlukan

Keunggulan :
• Alat yang efektif untuk mengukur kemajuan terhadap tujuan yang telah ditetapkan

Kelemahan :
• Indikator-indikator yang tidak terdefinisi dengan baik tidak dapat mengukur tingkat kesuksesan program
• Kecenderungan untuk menggunakan banyak indikator tanpa adanya kemudahan akses terhadap sumber data akan memakan biaya besar, tidak praktis dan tidak termanfaatkan semua.
• Kadang harus memilih antara menggunakan indikator yang paling baik atau menggunakan indikator yang mudah diukur menggunakan data eksisting.

Kerangka Logis (Log Frame)

Pengertian :
• Membantu untuk mengklarifikasi tujuan program
• Membantu dalam mengidentifikasi input, proses, output, outcome dan impact yang diharapkan
• Mengarah pada identifikasi indikator kinerja seperti risiko yang dapat menghalangi pencapaian tujuan.
• Bermanfaat untuk mempertemukan mitra-mitra dalam mengklarifikasi tujuan dan merancang kegiatan
• Alat yang sangat bermanfaat untuk review kemajuan dan mengambil tindakan korektif

Digunakan untuk :
• Meningkatkan kualitas rancangan program dengan menggunakan spesifikasi obyektif yang jelas, indikator kinerja dan kajian risiko
• Persiapan dari rencana operasional rinci
• Dasar obyektif untuk meriview aktivitas, monitoring dan evaluasi

Keunggulan :
• Menyediakan pertanyaan kunci dan analisis asumsi dan risiko
• Mempertemukan stakeholder dalam proses perencanaan dan monitoring
• Sebagai alat manajemen untuk memandu penerapan, monitoring dan evaluasi

Kelemahan
• Dapat menghambat kreatifitas
• Cenderung statis
• Kadang dibutuhkan pelatihan

Evaluasi berdasarkan teori (Theory Based Evaluation)

Pengertian
• Hampir sama dengan Log Frame hanya lebih detail dalam memahami logika program
• Mencoba untuk mengidentifikasi penyebab atau faktor-faktor yang dianggap penting bagi keberhasilan serta hal-hal apa yang harus dimonitor
• Pada akhirnya mengarah pada penentuan critical success factors(CSFs)
• Mengevaluasi CSFs untuk menginformasikan indikasi/kemungkinan kesuksesan program

Digunakan untuk
• Pemetaan dari rancangan aktivitas yang kompleks
• Memperbaiki proses perencanaan dan manajemen

Keunggulan
• Memberikan ‘feedback’ awal mana yang berjalan baik, mana yang tidak serta penyebabnya
• Dapat mengkoreksi permasalahan lebih awal dengan segera begitu permasalahan muncul
• Membantu memprioritas-kan isu-isu mana yang harus diinvestigasi lebih dalam
• Menyediakan basis data untuk mengkaji potensi dampak (dampak yang mungkin) dari program

Kelemahan
• Dapat menjadi terlalu kompleks jika skala aktivitasnya besar, atau seluruh rincian daftar (list) faktor dan asumsi dihimpun
• Para pemangku kepentingan (stakeholders) mungkin tidak setuju dalam hal penentuan faktor-faktor apa yang mereka anggap penting atau faktor-faktor ini dianggap hanya akan menghabiskan waktu saja untuk mengevaluasinya.

Formal Survey

Pengertian
• Formal survey dapat digunakan untuk mengumpulkan informasi standar smpel yang dipilih secara hati-hati dari masyarakat atau rumah tangga
• Survey sering dilakukan untuk mengumpulkan informasi yang dapat diperbandingkan bagi jumlah penduduk/masyarakat yang relatif besar dalam kelompok target tertentu

Digunakan untuk
• Menyediakan baseline data dimana kinerja dari strategi, program atau proyek dapat dibandingkan
• Membandingkan kondisi aktual dengan target
• Menyediakan input kunci bagi evaluasi dampak (impact) dari program atau proyek

Keunggulan
• Temuan dari sampel dapat diaplikasikan pada target group yang lebih luas
• Perkiraan kuantitatif besar dan luasnya dampak dari program

Kelemahan
• Proses dan analisis dapat menjadi terhambat untuk survey yang lebih besar
• Banyak jenis informasi yang sulit diperoleh melalui wawancara formal

Rapid Appraisal (Penilaian Secara Cepat)

Pengertian
• Metode rapid appraisal dapat dilakukan dengan cara yang cepat dan murah untuk memperoleh gambaran dan feedback dari penerima manfaat (beneficieries) dan pemangku kepentingan (stakeholders) lainnya dalam rangka merespon kebutuhan para pengambil keputusan akan informasi
• Kegiatannya dapat meliputi : interview informatif kunci, FGD, observasi langsung, mini survey, dan lain-lain

Digunakan untuk
• Menyediakan informasi secara cepat bagi pengambilan keputusan manajerial, khususnya pada level program atau proyek
• Memberikan pengertian kualitatif dari situasi interaksi sosial yang tinggi, nilai-nilai, motivasi dan reaksi masyarakat.
• Memberikan interpretasi dan konteks dari data kuantitatif yang dihimpun melalui metode yang lebih formal

Keunggulan
• Dapat dilaksanakan secara cepat dan murah
• Memberikan fleksibilitas untuk meng-explore ide-ide baru

Kelemahan
• Tingkat validitas, reliabilitas, dan kredibilitas lebih rendah dibandingkat metode survey formal
• Sulit untuk men-generalisasi dari hasil temuan

Participatory Methods (Metode Partisipatori)

Pengertian
• Metode partisipatori memberikan keterlibatan secara aktif dalam pengambilan keputusan bagi yang berkepentingan terhadap program atau proyek atau strategi dan membangkitkan rasa memiliki terhadap hasil dan rekomendasi kegiatan monitoring dan evaluasi
• Kegiatan yang dilakukan dapat meliputi : analisis stakeholder, benefisiaries assessment, dll

Digunakan untuk
• Mengidentifikasi permasalahan yang timbul selama implementasi program
• Memberikan pengetahuan dan ketrampilan bagi masyarakat

Keunggulan
• Memeriksa isu-isu yang relevan dengan melibatkan pemain-pemain kunci dalam rancangan
• Menetapkan kemitraan dan kepemilikan lokal dari program yang dilaksanakan
• Meningkatkan pembelajaran lokal kapasitas manajemen dan ketrampilan
• Memberikan ketepatan waktu dan informasi yang dapat diandalkan (reliable) bagi pengambilan keputusan

Kelemahan
• Kadang-kadang terlihat kurang obyektif (adanya dominasi atau penyalahgunaan)
• Menghabiskan banyak waktu jika stakeholders kunci dilibatkan secara penuh

Cost Benefit Evaluation

Pengertian
• Analisis cost benefit dan cost effectiveness adalah alat untuk mengkaji (assesing) apakah biaya dari suatu kegiatan sesuai dengan outcome atau impact yang dihasilkan
• Analisis cost benefit mengukur baik input maupun output dalam terminologi keuangan (moneter)
• Analisis cost effectiveness mengukur input dalam terminologi keuangan dan outcome dalam terminologi non-keuangan secara kuantitatif

Digunakan untuk
• Pengambilan keputusan mengenai mana yang lebih efisien dalam mengalokasikan sumberdaya
• Mengidentifikasi program/proyek dengan ROI yang tertinggi

Keunggulan
• Pendekatan yang sangat akurat untuk menghitung efisiensi secara keuangan
• Menjadikan asumsi-asumsi ekonomi menjadi lebih eksplisit
• Dapat meyakinkan penentu kebijakan dan penyandang dana akan manfaat (benefit) yang dihasilkan

Kelemahan
• Sangat teknis, dibutuhkan keahlian
• Data untuk menghitung cost benefit boleh jadi tidak tersedia, sehingga hasil dari proyek/ program sangat tergantung pada asumsi yang dibuat
• Hasilnya harus diinterpretasi secara hati-hati (karena benefit sangat sulit untuk dikuantifisir)

Impact Assessment (Kajian Dampak)

Pengertian
• Identifikasi secara sistematis dari suatu akibat (baik positip maupun negatip, diharapkan atau tidak), yang diakibatkan oleh pelaksanaan program atau kegiatan
• Evaluasi dampak dapat dilakukan dalam skala yang besar (large scale sample surveys) atau skala kecil (small scale rapid assessment)

Digunakan untuk
• Mengukur outcome dan impact yang diakibatkan oleh kegiatan yang dilaksanakan dan memisahkannya outcome dan impact dari faktor-faktor lain yang berpengaruh
• Membantu dalam klarifikasi apakah biaya yang dikeluarkan sesuai dengan aktivitas yang dilaksanakan
• Proses pembelajaran dalam memperbaiki rancangan dan manajemen untuk kegiatan selanjutnya

Keunggulan
• Memberikan perkiraan besaran outcome dan impact
• Memberikan jawaban atas pertanyaan : seberapa besar perubahan yang telah dilakukan ? Apa hasil nyatanya ? Bagaimana kita dapat melakukan lebih baik ?
• Memberikan tambahan keyakinan bagi manajer untuk pengambilan keputusan

Kelemahan
• Dapat menjadi mahal dan menghabiskan banyak waktu sehingga mengurangi kemanfaatannya jika pengambil keputusan membutuhkan informasi secara cepat.

Kesimpulan
• Banyak cara dalam melakukan M&E, manakah yang terbaik untuk dilaksanakan ?
• Pertanyaan utama untuk M&E adalah : apa yang akan kita capai dan bagaimana mengukurnya ?
• Dibutuhkan untuk meyakinkan bahwa M&E dilakukan untuk mengukur kemajuan dan meyakinkan stakeholder akan nilai manfaat
• Pendekatan analisis harus sesuai dengan kebutuhan
• Dari pengalaman memperlihatkan dibutuhkan pendekatan gabungan/campuran untuk memngatasi hal-hal seperti : isu-isu situasional, sumberdaya (keahlian, waktu, pembiayaan), kemampuan untuk menemukan apa yang “benar-benar” dapat diukur.