Minggu, 02 November 2014

PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN PULAU BALI MENJADI HUB ANTAR BENUA ((Pieter Karang)

Catatan :

Tulisan ini dari teman saya Anak Agung Gde Karang (Pieter Karang), katanya boleh di share.

Posisi Strategis Bali sebagai penghubung dunia Atlantik dan dunia Lautan Teduh
Beberapa abad lalu (1819), Sir Thomas Stamford Bingley Raffles mendirikan Singapura yang sekarang menjadi hub untuk aktivitas jasa niaga penting dunia. Posisi strategis ini dapat dimanfaatkan Singapura dengan baik dengan menawarkan jasa yang sulit ditandingi oleh kawasan lain di Asia Tenggara. Namun bukan berarti Singapura tetap tidak terkalahkan untuk tetap berada pada posisi puncak sebagai hub di kawasan Asia Tenggara pada khususnya dan Asia Pasifik atau dunia pada umumnya.
Di masa mendatang, akan ada hanya beberapa hub sea port dunia sebagai pelabuhan transit antar benua yang melayani bongkar muat dalam jumlah yang besar, untuk didistribusikan ke pelabuhan-pelabuhan kawasan-kawasan lain (sebagai sub hub) yang mana melayani bongkar muat untuk didistribusikan ke pelabuhan-pelabuhan negara-negara di sekitarnya (pelabuhan utama negara).
Besaran kemampuan pelabuhan untuk melayani bongkar muat ini diistilahkan dengan twenty-foot equivalent unit (TEU), adalah merupakan perkiraan besaran unit dari kapasitas kargo yang sering digunakan untuk menggambarkan kapasitas kapal kontainer dan terminal kontainer. Pelabuhan terbesar dunia masa kini menurut data tahun 2011 adalah Shanghai dengan kemampuan menangani 30 juta TEU, yang kemudian diikuti oleh Singapura dengan tertinggal hanya setengah juta TEU di belakang Shanghai.
Untuk dapat menangani kapasitas TEU yang lebih besar lagi di masa mendatang, maka letak geografis pelabuhan sangat menentukan. Singapura baru saja dilampaui oleh Shanghai pada tahun 2010, dan masih akan tertinggal jauh lagi di masa mendatang karena letak geografisnya yang tidak memungkinkan ia menjadi lebih besar lagi. Pertama karena pulaunya sendiri yang kecil, kedua jalan atau alur laut menuju pulau itu yang sudah sempit untuk ukuran kapal-kapal container masa mendatang, yang akan macet di jalan sempit Selat Malaka mengantri untuk menunggu giliran bongkar muat mereka.
Ancaman terdekat untuk menggeser posisi Singapura datang dari Thailand. Thailand mempunyai peluang untuk membuat pelabuhan hub antar benua karena memiliki ruang terbuka menghadap lautan Hindia, di mana dapat dicarikan tempatnya yang dapat disinggahi kapal-kapal berstruktur sangat besar yang tidak terhalang dengan alur laut yang sempit. Suatu tempat di tepi Lautan Hindia dari pantai Thailand dapat menangkap peluang memberi jasa bongkar muat cepat dengan mendirikan pelabuhan besar dengan kapasitas TEU yang tidak dibatasi perkembangannya seperti letak Singapura yang terhimpit di jalur Selat Malaka. Pelabuhan ini dapat menjadi hub yang menghubungkan benua Eropa, Afrika, Australia, dan Asia-Pasifik termasuk benua Amerika dari sisi Lautan Teduh. Filipina masih belum terdengar ambisisnya mungkin karena ada permasalahan dalam negerinya.
Bagaimana dengan Indonesia? Fakta menunjukkan bahwa 40% arus barang perniagaan dunia melintasi alur laut kepulauan Indonesia (ALKI). ALKI adalah jalan bebas hambatan bagi kapal-kapal ukuran super besar di masa mendatang. Ada banyak tempat yang memiliki peluang besar untuk dijadikan hub antar benua. Secara geografis, Sumba dan Morotai mempunyai hal itu. Sumba dapat menjadi hub penghubung ke Eropa dan Morotai ke Asia Pasifik. Namun disini kita konsentrasikan dahulu segala kekuatan kemampuan kita untuk membangun Pulau Bali, yang terletak di tepi Samudera Hindia, yang dapat menjadi penghubung dunia Atlantik (Eropa, Afrika), dunia Indik (Timur Tengah, Asia Selatan, Australia) dan dunia Lautan Teduh atau Pasifik (Asia Timur Raya dan benua Amerika) atau kita namakan sebagai hub antar benua dunia, jika kita tidak ingin berdiam diri dan membiarkan Thailand yang menangkap peluang ini.
Mengapa kita menginginkan posisi hub itu?

Posisi Hub sebagai Lokomotif Pertumbuhan Ekonomi Nusantara
Di atas kita telah melihat bahwa Singapura telah berkembang menjadi hub aktivitas jasa niaga penting di dunia. Pada tahun 2011 Singapura telah mencapai Gross Domestic Product  sebesar 326,8 milyar US Dollar, Per Capita Gross Domestic Product  63.050 US Dollar (Singapore Ministry of Trade and Industry). Kualitas hidup setara dengan Eropa Utara. Semua ini dapat dicapai dengan pengelolaan yang sangat baik akan potensi posisi strategis hub dunia. Singapura tidak memiliki sumberdaya alam, keindahan alam, suatu nilai budaya yang dianggap sebagai daya tarik wisata, dan lain-lain yang given tanpa adanya campur tangan manusia. Yang sangat menentukan sehingga Singapura mencapai prestasi di atas adalah semata dengan memanfaatkan dan mengelola peluang posisi strategis sebaik mungkin, sehingga menciptakan nilai-nilai yang sangat berharga dalam ekonomi.
Sepertinya setiap negara di masa mendatang jika ingin memenangkan kompetisi di dunia tantangannyanya adalah menciptakan iklim  berbisnis yang kondusif dengan menjamin kepastian hukum serta menjadi fasilitator yang baik. Hal ini menjadi dasar untuk menjadikan tempat atau kawasan yang dikelola negara itu menjadi menarik bagi investor dunia. Sebagai fasilitator yang baik berarti negara mempunyai misi untuk menyejahterakan warganya, dengan mengatur kegiatan bisnis di negara itu yang fair demi kelangsungan pertumbuhan yang merata bagi semua pihak. Indonesia memerlukan suatu kawasan yang berhasil dikelola dengan baik berdasarkan bisnis, bukan berdasarkan eksploitasi sumberdaya alam. Contoh baik dari Singapura dan Korea Selatan harus diambil. Semoga keberhasilan Bali dapat ditiru oleh semua kawasan yang ada di Indonesia. Kita memulai dengan Bali karena Bali sudah memiliki sumber daya manusia yang cukup siap untuk menghadapi era globalisasi dan masyarakatnya lebih siap untuk lebih cepat beradaptasi dengan kemajuan global seperti Singapura, apabila Singapura menyediakan dirinya untuk memindahkan bisnis jasanya ke pulau Bali. Bali relatif aman dan lebih dapat beradaptasi dengan trend dunia tanpa kehilangan identitasnya, berbeda dengan kawasan-kawasan konsentrasi penduduk lain di Indonesia.
Melihat contoh-contoh negara lain seperti Singapura misalnya, dapat diamati bahwa melalui pertumbuhan bisnisnya yang baik, maka negara itu mulai meningkatkan dirinya menjadi negara industri jasa yang ramah lingkungan, dengan memilih segmen industri canggih. Trend yang terlihat pada negara-negara maju adalah dengan apa yang disebut ‘teknologi hijau’, maksudnya penerapan teknologi terkini yang dapat merestorasi kerusakan alam oleh karena kesalahan kegiatan perindustrian masa lalu, setelah itu melestarikan keseimbangan ekologi. Oleh karena itulah maka dalam misi kami hendaknya Bali dikembangkan sebagai kawasan khusus teknologi tinggi.

Infrastruktur, infrastruktur, dan infrastruktur
Untuk dapat mencapai tujuan yang tertulis di atas, maka tidak dapat ditawar-tawar lagi adalah pembangunan infrastruktur yang dapat memenuhi tuntutan jauh kedepan, kalau perlu 100 tahun mendatang. Frame perencanaan tata ruang sudah harus dirancang untuk kebutuhan ini, sehingga tahapan pembangunan dilakukan mengikuti ruang yang harus diisi di dalam frame yang sudah dirancang dengan cermat, tidak ada lagi pembangunan atau pengembangan yang tambal sulam.
Pelabuhan Hub Antar Benua, Laut dan Udara
Infrastruktur utama dan yang pertama harus dibangun adalah pelabuhan laut dan udara yang terpadu, berskala internasional dan match antarmukanya dengan pelabuhan-pelabuhan hub dunia. Sebagai contoh, pelabuhan ini harus cocok dapat melayani bongkar muat kapal sekelas Seawise Giant (564,650 DWT) untuk kapal tanker, dan sekelas Emma Mærsk (158,200 DWT) untuk kapal peti kemas, demikian juga kapal induk sekelas Nimitz (overall length 333 m, full-load displacements 100,000 long tons). Kemungkinan juga harus sudah dirancang kapasitas pelabuhan yang mampu melayani bongkar muat bagi kapal-kapal yang lebih besar lagi, memenuhi kebutuhan di masa mendatang, sehingga link and match hub antar benua di dunia seperti Shanghai di Asia dan hub-hub lain di benua Amerika dan benua Eropa.
Melengkapi kebutuhan fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan oleh pelabuhan modern, maka Bali sebagai Pulau penyedia jasa sudah harus dirancang pula untuk memiliki drydock yang mampu memberikan layanan jasa perawatan kapal-kapal sekelas tersebut di atas.
Terintegrasi dengan pelabuhan laut ini adalah pelabuhan udara internasional yang juga match dengan tuntutan layanannya di masa mendatang, sebagai contoh: dapat melayani pesawat udara sekelas  Antonov An-225 Mriya (Payload: 250,000 kg, Cargo Volume: 1,300 m3 ) untuk cargo, dan sekelas Airbus A380 ( over 800 passengers) untuk pesawat penumpang.
Sejalan sebagaimana fasilitas pelengkapnya, harus ada pula Aircraft Maintenance Facility kelas dunia yang FAA and EASA approved, sehingga semua maskapai penerbangan dunia khususnya trans pacific akan mempercayakan perawatan pesawat-pesawat mereka di Bali Aircraft Maintenance Facility ini. Itulah pilar-pilar utama layanan jasa Pulau Bali di masa mendatang, yaitu international logistic services.
Jalan Raya dan Rel sebagai urat nadi ekonomi, Kasawan-kawasan sebagai organ-organ pertumbuhan ekonomi.
Infrastruktur penting setelah pelabuhan adalah jalan-jalan penghubung kelas satu, jaringan kereta api yang modern untuk dapat memindahkan macam-macam muatan secara cepat, aman, efisien dan ekonomis. Jalan kendaraan beroda maupun rel untuk kereta adalah urat nadi ekonomi yang harus dijamin kelancaran dan keamanannya, dimana disepanjang  jalur urat nadi ini tidak boleh dibiarkan bertumbuhnya kanker penghambat kelancaran transportasi baik orang maupun barang, seperti bangunan-bangunan dan kegiatan-kegiatan ekomi yang liar (pedagang kaki lima, tambal ban, kiosk-kiosk, pertokoan, dsb.).  Semua bentuk kegiatan ekonomi maupun pemukiman ditempatkan pada tempat yang sudah diatur dalam tata-ruang yang baik, demi pertumbuhan ekonomi yang lancar dan berkesinambungan.
Jalan raya untuk kendaraan beroda haruslah yang kelas satu, multi lajur, mampu menopang transportasi muatan besar dan berat, bebas hambatan karena sudah adanya tata ruang yang baik sebagaimana yang disebutkan di atas. Jalan-jalan raya di Pulau Bali dirancang sedemikian rupa, sehingga tidak ada persimpangan yang sebidang. Persimpangan dikonstruksikan semacam simpang semanggi, namun lebih lebar dan mampu melayani kecepatan tinggi. Tidak ada persimpangan sebidang antar moda angkutan (kereta api dan kendaraan beroda). Semua bangunan untuk segala macam bentuk kegiatan ekonomi harus berjarak 20 meter dari tepi jalan. Setiap jalan dilengkapi dengan lajur untuk sepeda dan pejalan kaki, dilengkapi dengan pohon-pohon peneduh.
Transportasi manusia di Pulau Bali harus menganut filosofi: bagaimana caranya menyediakan fasilitas yang aman dan nyaman bagi semua warga dari tempat pemukimannya ke segala tempat tujuan dan sebaliknya. Sehingga setiap warga Bali merasa bahwa kebutuhan akan kendaraan pribadi adalah bukan kebutuhan utama. Pemerintah kawasan khusus teknologi tinggi Pulau Bali harus dapat menyediakan fasilitas transportasi umum yang canggih mengikuti perkembangan masyarakat informasi di masa mendatang.
Akses masuk ke gerbong transportasi massal bawah tanah seperti memasuki lift pada gedung bertingkat, menjamin keamanan penumpang agar tidak tertabrak kereta yang lewat atau menghindari mereka yang ingin melakukan bunuh diri dengan terjun ke lintasan kereta.
Persimpangan yang tidak sebidang untuk menjamin bebas hambatan pada kecepatan tinggi
Klaster teknologi Tinggi
Di atas telah dijelaskan, bahwa mutlak adanya urat nadi ekonomi, yaitu infrastruktur penghubung organ-organ produksi ekonomi, seperti jalan-jalan raya kelas satu, rel-rel kereta antar kota maupun dalam kota seperti subway atau jenis angkutan massal lainnya, demikian juga untuk angkutan logistik, baik ringan maupun berat. Ini semua dibutuhkan untuk menghubungkan organ-organ produktif ekonomi, yang termasuk klaster teknologi tinggi, sebagaimana misi dari apa yang ingin kami namakan Tim BP3 (Badan Perencana Pembangunan dan Pengembangan) Bali yang mana hendak mengembangkan Bali sebagai kawasan khusus teknologi tinggi, bukan kawasan khusus produktif konvensional yang dibangun pada kawasan-kawasan lain di Indonesia. Penempatan kawasan ini hendaknya di atas lahan pulau Bali yang bukan lahan produksi pertanian.
Konsentrasi kami untuk teknologi tinggi di sini adalah energi baru dan terbarukan, demikian juga material baru, material daur ulang, yang mana mendukung program kelestarian lingkungan hidup. Misinya adalah untuk menghantarkan kita pada kualitas hidup yang lebih baik melalui teknologi tinggi.

Penerapan komersial secara besar-besaran akan teknologi sel surya memberikan peluang semakin cepat berkembangnya industri sel surya yang terjangkau bagi masyarakat. Teknologi sel surya lapisan tipis yang lentur (seperti yang terlihat pada gambar dapat melekat pada tenda) memungkinkan diterapkannya pada kulit luar bangunan, yang secara akumulatif memberi luasan yang besar untuk menampung terpaan sinar surya dan dengan demikian memiliki kapasitas yang sangat besar untuk dikonversikan menjadi tenaga listrik. Di masa mendatang bangunan2 besar dan tinggi dapat menjadi penyuplai energi listrik yang diberikan kepada jaringan listrik.



Teknologi Nano
Ilmu bahan atau material adalah kunci dari teknologi tinggi yang dikejar, dimana kemampuan menciptakan material-material baru yang tidak terbayangkan sebelumnya dapat terjadi, guna menyolusikan masalah-masalah yang tidak dapat dipecahkan sebelumnya, baik itu di dalam ilmu kesehatan, energy, komunikasi dan lain sebagainya.
Dunia teknologi masa kini berada dalam perlombaan mengejar penemuan-penemuan bahan-bahan baru, yang dapat dilakukan setelah adanya penguasaan ilmu  di bidang teknologi nano. Yang dimaksud adalah tidak lain dari kemampuan manusia kini untuk menguraikan materi sampai pada tingkat besaran nano, yaitu sepersemiliar meter atau 1 x 10-9 (satu kali sepuluh pangkat minus Sembilan) meter. Sedemikian kecilnya uraian itu, lalu setelah penguraiannya, kini manusia dapat mengonstruksi struktur baru yang secara alaminya belum ada. Jadi perekayasaan struktur-struktur baru guna menyolusikan masalah-masalah yang sebelumnya tidak dapat dipecahkan seperti membuat lapisan tipis (thin film) di mana di dalamnya atau pada lapisannya itu tertanam struktur sel-sel pengubah energi cahaya menjadi energi listrik. Melalui teknologi nano juga diharapkan dapat ditemukannya material baru untuk konservasi energi yang lebih handal baik dalam kapasitas yang besar maupun waktu penyimpanan yang lebih lama, namun dengan bobot struktur yang lebih ringan. Bayangkanlah terapannya seperti ini: semua permukaan luar gedung-gedung, baik yang kecil maupun besar sampai pada kelas pencakar langit adalah sumber energi, karena dilapisi lapisan tipis pengubah energi ini, lalu disimpan dalam penyimpan energi yang handal tersebut di atas, sehingga energi surya yang tadinya begitu melimpah terbuang percuma dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin. Demikian pula dapat diterapkan pada kendaraan pengangkut seperti kendaraan pribadi, yang mana permukaan luarnya, baik kaca jendela, kaca depan dan belakang, sampai seluruh bodi kendaraan tersebut adalah sumber energi karena telah dibalut oleh lapisan tipis tadi. Kemudian energi ini disimpan dalam penyimpan energi yang dikonstruksikan dapat mengikuti lekukan-lekukan tubuh bodi kendaraan, sehingga menjaga keseimbangan bobot kendaraan, dengan demikian menjadi lebih safety, suatu solusi masalah energi bagi transportasi yang ramah lingkungan.
Banyak lagi terapan-terapan lainnya dari hasil perkembangan teknologi nano ini, seperti membuat mesin-mesin kecil pemakan kanker, yang dapat membedakan mana sel kanker yang harus mereka hancurkan dan mana sel-sel tubuh manusia yang harus mereka abaikan. Mesin-mesin kecil ini dapat dimasukkan ke dalam peredaran darah di tubuh manusia melalui suntikan.

Salah satu hasil perkembangan teknologi nano: Robotic Mosquitos. Kegunaannya adalah untuk menghisap darah manusia untuk diperiksa di laboratorium.
Darah yang telah dihisap dapat ditumpahkan ke mikroskop atau ke reagens lab untuk penyidikan.
Demikianlah kiranya bayangan masa depan klaster teknologi tinggi di Bali dapat terwujud karena kawasan yang dibuat begitu atraktif bagi lembaga-lembaga riset dan pengembangan kelas dunia yang mau melakukan aktivitas mereka di pulau Bali.
Semua itu dapat terwujud jika ada otoritas yang dapat menciptakan iklim yang kondusif melalui kebijakan-kebijakan yang akan menarik banyak pelaku ekonomi dunia, yang dengan senang hati bermukim dan berproduktivitas di kawasan khusus ini, karena adanya jaminan dari otorita tersebut.

Amlapur, 25 Des 2011                        A.A.G. Peter Karang

Jumat, 31 Oktober 2014

DUKUNGAN PEMODELAN DINAMIKA SISTEM UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL -sri handoyo mukti

I.             PENYUSUNAN RPJMN 2015 – 2019
Berdasarkan UU 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, maka Calon Presiden yang terpilih akan menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional. Naskah RPJMN dibagi atas 3 buku :
-          Buku 1 Prioritas Nasional,
-          Buku 2 Prioritas Bidang Pembangunan dan
-          Buku 3 Prioritas Kewilayahan.
Bappenas bekerjasama dengan BIG menyusun Pemodelan Dinamika Spatial yang merupakan integrasi Model Dinamika Sistem dengan Model Dinamika Spatial untuk memberikan masukan kepada seluruh Calon Presiden dalam persiapan kampanye, penyusunan Visi Misi dan  Penyusunan Dokumen RPJMN jika terpilih nantinya, khususnya Buku 3 Rencana Pembangunan Berdimensi Kewilayahan.

Diagram alir penyusunan Buku III RPJMN 2015 – 2019, Pembangunan Berdimensi Kewilayahan  yang di koordinasi oleh Bappenas dapat dilihat pada diagram berikut :


Gambar 1. Kerangka Pikir Penyusunan Buku III, RPJMN 2015 - 2019
Sumber : Bappenas 2013
Untuk melihat peranan model dalam penyusunan Rencana Pembangunan Berbasis Kewilauahan, maka diagram diatas dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2. Peran Model Dinamika Spatial Dalam Penyusunan Rencana Berbasis Kewilayahan
Sumber : Hasil Analisis, 2014
Dari diagram diatas terlihat peran Model adalah :
-          Pemanfaatan Database baik spatial (BIG) dan aspatial (BPS) sebagai dasar penyusunan rencana pembangunan
-          Pengembangan Model Dasar untuk menyusun proyeksi perkiraan berdasarkan Trend sebagai Baseline Pembangunan  (Skenario Bussiness as Usual)
-          Pengembangan Model Skenario untuk menguji skenario pembangunan yang dikembangkan dalam mencapai sasaran yang ditetapkan

I.             PENDEKATAN DINAMIKA SISTEM
Metodologi Berfikir Dinamika Sistem
Dalam penyusunan model ini digunakan pendekatan dinamika sistem atau Systems Dynamics. System Dynamic adalah metode pemodelan dengan simulasi komputer, dikembangkan di MIT pada tahun 1950an sebagai suatu alat untuk menganalisis permasalahan yang kompleks. System Dynamic mampu menciptakan suatu learning environment – suatu laboratorium yang berperan seperti miniatur dari sistem. System Dynamic adalah metodologi berfikir, metodologi untuk mengabstraksikan suatu fenomena di dunia sebenarnya ke model yang lebih explisit.
Ketika masalah muncul dalam dalam suatu sistem, atau kita ingin merubah perilaku sistem yang selama ini berjalan (menjadi lebih baik dan lebih cepat), maka perlu tindakan harus diambil (intervensi) terhadap sistem yang ada. Karena kompleksnya sistem, serta banyaknya alternatif yang harus dicoba, maka cara yang paling efektif dan efisien adalah menggunakan model dengan pendekatan System Dynamics yang mampu menggambarkan keterkaitan antar elemen pembangunan yang kompleks serta mampu membangun model skenario tidak saja berdasarkan pada perubahan masing-masing elemen pembangunan saja tetapi juga perubahan struktur dari sistem yang ada (seperti penambahan elemen dan perubahan keterkaitan antar elemen).
Pendekatan Pembangunan Berkelanjutan
Secara umum Sistem Pengembangan Wilayah yang berlandaskan Pembangunan Berkelanjutan menggambarkan keterkaitan antara aspek Sosial, Ekonomi dan Lingkungan yang digambarkan pada diagram berikut.

Gambar 3. Pembangunan Berkelanutan
Dalam merencanakan pembangunan berkelanjutan, tujuan utamanya adalah keseimbangan antara tujuan ekonomi, kesejahteraan serta kelestarian lingkungan, dimana ketiga aspek itu saling terkait. Aspek lingkungan umumnya dipisahkan antara dampak yang terjadi akibat pencemaran dengan menurunnya sumberdaya alam tidak terbarukan. Diagram keterkaitan atau disebut Causal Loop Diagram (CLD) yang menggambarkan secara umum aspek sosial, ekonomi dan lingkungan digambarkan dalam diagram sebagai berikut.



Gambar 4. Causal Loop Diagram (CLD) Keterkaitan Aspek Sosial – Ekonomi – Lingkungan serta Sumberdaya (Lahan, SDA)

II.           PROSES SKENARIO
Proses skenario dilakukan dengan metodologi Scenario Planning dengan tahapan-tahapan sebagai berikut :
Tabel 1. Langkah-langkah Penyusunan Skenario

Sumber : Hasil Analisis
III.         PROSES PENGEMBANGAN MODEL DINAMIKA SISTEM PENGEMBANGAN WILAYAH
Model Dinamika Sistem Pengembangan Wilayah yang dikembangkan akan diintegrasikan dengan Model Dinamika Spatial berbasis  GIS.
Pengembangan Sistem Basis Data Geospatial
Untuk dapat dikembangkan dan digunakan secara berkelanjutan, maka model yang dikembangkan perlu didukung dengan sistem Geospatial Database, selain database aspatial.

Gambar 5. Sistem Basis Data Geospatial

Proses Penyusunan Model Dinamika Sistem
Diagram alir proses penyusunan Model Dinamika Sistem dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 6. Diagram Alir Penyusunan Model Dinamika Sistem Pengembangan Wilayah
Dari diagram diatas terlihat bahwa proses penyusunan model ini dilakukan seiring dengan proses skenario, khususnya dalam hal idetifikasi permasalahan/isu strategis yang menentukan proses pelingkupan variabel, serta pengembangan skenario yang akan diujikan pada model dinamika sistem yang telah dikembangkan. Pada model dinamika sistem, skenario tidak terbatas hanya mengubah-ubah variabel, tetapi juga dapat merubah struktur model sesuai dengan skenario yang dikembangkan.

Integrasi Model Dinamika Sistem dengan Model Dinamika Spatial
Untuk melihat dampak spatial serta feedbacknya, maka model dinamika sistem yang dikembangkan diintegrasikan dengan model dinamika spatial sehingga menjadi satu paket aplikasi yang mudah untuk digunakan.
Gambar 7. Integrasi Model Dinamika Sistem dan Dinamika Spatial

Rabu, 15 Januari 2014

Kebutuhan Monorail (4)



I.           Kebutuhan Angkutan Masal Kota Metropolitan
Kota-kota metropolitan di Indonesia umumnya merupakan pengabung kota-kota utama dengan kota satelitnya sehingga menimbulkan pergerakan kendaraan baik orang maupun barang yang cukup komplek. Pola pergerakan orang dan barang di kota metropolitan adalah :
-          Koleksi dan distribusi dari luar kawasan Metropolitan : perjalanan dar dan ke bandara, pelabuhan, terminal ke dan dari kota-kota  sub-sub kawasan yang menjadi tujuan.
-          Perjalanan komuter antara kota satelit dan kota utama
-          Perjalanan antar kota satelit
-          Perjalanan antar sub kawasan (pusat jasa/CBD, pusat pemukiman) kota utama
-          Perjalanan antar sub kawasan (pusat jasa/CBD, pusat pemukiman, pusat industri) kota satelit
Untuk melayani pergerakan yang dibutuhkan, talah dilakukan usaha-usaha untuk mengatasinya antara lain :
1.       Akses ke simpul-simpul trenasportasi seperti bandara, pelabuhan, terminal, stasiun diutamakan dilayani oleh : Bus Rapid Transit atau BRT/Busway (akses tol) serta rencana membangun MRT berbasis rel, monorel antar sub kawasan.
2.       Perjalanan komuter antara kota utama dan kota satelit diutamakan dilayani oleh : komuter line berbasis rel dan BRT (Busway)
3.       Perjalanan antar kota satelit diutamakan dilayani oleh :  jalan tol Outer Ring Road dengan BRT dan jalur rel dengan MRT
4.       Perjalanan antar sub kawasan kota utama diutamakan dilayani oleh monorail dan shuttle bus
5.       Perjalanan antar sub kawasan kota satelit diutamakan dilayani oleh : monorail dan shuttlebus
Tabel Layanan  Angkutan Umum
No
Layanan Transportasi
Tujuan Perjalanan
1
2
3
4
5
1
Taksi
V
V
V
V
V
2
Bus
V
V
V
V
V
3
BRT, Shuttle Bus, Bus Khusus
V


V
V
.4
KA (Commuter Line)
V
V
V


5
MRT berbasis rel
V
V
V


6.
Monorail
V


V
V
Sumber : Hasil Analisis
Untuk MRT dan Monorail saat ini sedang pada tahap pengembangan, sehingga layanan yang saat ini ada adalah baru : Taksi, Bus biasa, Bus khusus (Busway, shutle bus, Bus akses Bandara), KA (Commuterline) untuk Jabodetabek. Sedangkan untuk kota-kota lainnya, saat ini baru tahap pengembangan BRT (atau busway) yang tujuannya mengkonsolidasi angkutan darat untuk lebih efisien dan terjadwal.
Perkembangan pembangunan angkutan umum masal di kota-kota Metropolitan di Indonesia dapat diringkasi sebagaimana pada tabel berikut.




Tabel. Perkembangan Layanan Angkutan Umum
No.
Kota Metropolitan
Taxi
Bus
Bus Khusus, BRT, Shutte
KA
MRT
Monorail
1
Mebidang
V
V
V
V

??
2
Jabodetabek
V
V
V
V
O
O
3
Bandung Raya
V
V



O
4
Kertamantul
V
V
V
V


5
Kedungsepur
V
V
V
V

??
6
Grebangkertosusila
V
V
V
V

O
7
Sarbagita
V
V



O
8
Maminasata
V
V
V


O








Sumber : Hasil Analisis
Dari data diatas terlihat hampir semua kota metropolitan sudah mengembangkan BRT, hanya ada beberapa kota yang terhambat karena berbagai permasalahan seperti di Bandung (konflik dengan angkutan kota) atau di Bali yang peminatnya masih minim. 
Untuk MRT, baru Jakarta yang akan mengembangkan untuk jalur Lebak Bulus – Dukuh Atas yang pengerjaannya sudah dimulai sejak tahun 2013.
Untuk Monorail, hampir semua Kota Metropolitan akan mengembangkan monorail, umumnya masih pada tahap Feseability Study (Bandung, Surabaya, Makasar), atau masih pada tahap perencanaan makro (sarbagita). Di Jakarta sudah mulai dibangun sejak lama tetapi terbengkalai akibat krisis, dimana  saat ini akan dilanjutkan lagi.

II.         Kebutuhan Monorail di Kota-kota Metropolitan
Melihat banyak dari kota-kota metropolitan yang akan mengembangkan monorail, maka kebutuhan akan sarana (rolling stock) monorail perlu diperkirakan untuk dapat direncanakan baik penganggarannya maupun pengadaannya. Perkiraan kasar mengenai kebutuhan monorail Kota-kota Metropolitan yang telah dibahas dilakukan dengan mengacu kebutuhan kota-kota metropolitan yang sudah memperhitungkan kebutuhannya (Surabaya) sebagai benchmark. Hasil perkiraan kebutuhan ini hanya digunakan sebagai pertimbangan memberikan rekomendasi kepada Kementerian BUMN dalam rangka mengembangkan industri Monorail dalam negeri di PT, INKA dan PT. LEN serta perusahaan-perusahaan dalam negeri lainnya.
Tabel. Perkiraan Kebutuhan Monorai di Kota Metropolitan
No.
Kota
Penduduk
Luas
Perkiraan Panjang Lintasan
Perkiraan Kebutuhan Headaway
Perkiraan Jumlah Unit (Modul)
1.
Mebidang
5.189.241
2.719
23
10
23
2.
Jabodetabek
27.936.112
7.506,92
63
10
123
3.
Bandung Raya
7.624.877
3.271
28
10
33
4.
Kertamantul
2.393.240
1.114
9
10
11
5.
Kedungsepur
5.921.631
14.249
120
10
26
6.
Grebang-kertosusila
9.115.485
5.926
50
10
40
7.
Sarbagita
2.219.656
1.752
15
10
10
8
Maminasata
2.580.209
4.245
36
10
11

Jumlah
62.980.451
40.782


276
Hasil: Hasil Analisis Bencmarking dengan Surabaya
Dari hasil perhitungan diatas terlihat adanya kebutuhan monorail 276 unit untuk kota-kota metropolitan di Inddonesia, dimana jumlah ini akan terus bertambah seiring banyaknya kota-kota lain yang juga akan mengembangkan monorail diluar 8 kota metropolitan tersebut.