Minggu, 19 September 2010

Budaya mall di Jakarta

Jakarta, kota dimana saya dilahirkan, selama 5 tahun terakhir ini sangat gencar dan produktif dalam menghasilkan mall-mall baru. Dalam ultah Jakarta juni lalu saja, tercatat sekitar 78 mall yang turut serta merayakan sale besar-besaran di Jakarta yang pembukaannya Gub DKI Jakarta secara serentak. Bagi para pendatang baik dari luar negeri (negara tetangga) maupun dari luar Jakarta, maka Jakarta dengan jumlah mall yang banyak itu memang menjadi surga belanja, khusunya pada saat sale. Tetapi bagi sebagian besar warga DKI, sale tidak lagi menarik karena hampir setiap saat di mall-mall di jakarta selalu ada sale. Mall untuk sebagian besar warga DKI tidak lagi hanya sekedar tempat belanja, tetapi sebagai tempat bersosialisasi, bisnis, hiburan (nonton, main game), berobat, kursus/pendidikan, tempat numpang shalat, tempat ngopi, tempat ketemu pacar, ketemu selingkuhan, tempat pijat (refleksi), pameran, fashion show, kotbah, ngabuburit (selama puasa), olah raga (gym) dan masih banyak lagi fungsi mall saat ini.

Kenapa masyarakat beralih ke Mall ?

Pada waktu saya kecil saya masih ingat dibangun youth centre, dimana banyak kegiatan pemuda bermula dari sana, mulai dari olah raga, sanggar-sanggar seni dan musik serta aktivitas pemuda lainnya yang terbuka untuk umum. Kita juga masih bisa main bola, karena masih banyak lapangan sepak bola, pohon kecapi, pohon jamblang, pohon jambu biji, dan pohon-pohon lain yang waktu itu sering saya panjaat bersama teman-teman sepulang sekolah. Tapi saat ini, mau olah raga kita ke mall, beli obat ke mall, makan ke mall, bahkan kursus juga ke mall. kenapa hal ini sampai terjadi ? Masyarakat jakarta sangat mengidamkan kenyamanan dan keamanan dalam beraktivitas, dan itu semua ada di mall. Dikala kita tak lagi nyaman jalan-jalan di taman (panas, takut ditodong, polusi), dikala kita tidak bisa lagi main bola di lapangan (banyak yang udah digusur), maka pilihan terakhir masyarakat memang mall. Hal utama yang dijamin oleh mall-mall di Jakarta adalah faktor keamanan. Lihat saja pemeriksaan mobil dan tas pengunjung saat akan masuk mall. Hal ini memberikan rasa aman bagi sebagian besar pengunjung mall (yang sebagian kecil niatnya jahat).

Banyaknya mall-mall baru di jakarta menimbulkan persaingan yang ketatsehingga masing-masing mall berlomba-lomba untuk menarik pengunjung (yang memang sangat banyak di Jakarta). Salah satu kiat menarik pengunjung adalah dengan mengadakan midnite sale, dan midnite sale yang diadakan di bulan puasa sangat-sangat mengena bagi pengunjung di Jakarta sebab pada umumnya masyarakat jakarta salat tarawih dulu hingga pukul 21 malam, sehingga setelah itu, masih bisa melaksanakan belanja hingga sekitar tengah malam.Tentu saja hal ini dapat dilaksanakan karena penduduk Jabodetabek (sebagian besar warga yang mengunjungi mall) jumlahnya hampir mendekati 30 juta jiwa, yang kira-kira hampir sama dengan jumlah penduduk Malaysia. (mohon maaf kalau angkanya tidak akurat).

Apakah dengan banyaknya mall-mall baru yang tumbuh di jakarta ibarat jamur dimusim hujan ini berdampak positif atau negatif bagi masyarakat ? Kita tidak akan tahu jawabannya jika hanya mall satu-satunya tempat yang aman, nyaman dan menawarkan berbagai kemudahan dalam beraktivitas sosial. Jika memang hanya konsep mall satu-satunya yang cocok ya kita anggap saja dampaknya positip.

Apakah ada alternatif lain ?

Saya berkhayal, kemanan dan kenyamanan serta keramahan pegawai mall (keamanan, petugas parkir, penjaga toko) bisa terwujud juga diluar pagar mall.

Saya berhayal, polisi dan satpol PP sama ramahnya dengan keamanan mall

Saya berkhayal udara jakarta bersih, wangi dan sejuk seperti di mall

Saya berhayal ....dan berhayal ......kota kelahiran saya seamanan dan senyaman dimasa kecil saya dulu, walaupun kita berada diluar pagar mall.

Saya berkhayal, seluruh wilayah DKI Jakarta seaman dan senyaman didalam mall.......